Minggu, Oktober 27

Jakarta

Sebuah meteorit raksasa yang pertama kali ditemukan tahun 2014 menyebabkan tsunami yang lebih besar daripada yang pernah terjadi dalam sejarah manusia dan mendidihkan lautan. Asteroid yang dulu memusnahkan dinosaurus pun tak ada apa-apannya dibanding meteorit itu.

Batu angkasa yang dinamai S2 tersebut berukuran 200 kali lebih besar dari yang memusnahkan dinosaurus dan menghantam Bumi saat planet kita masih dalam tahap awal terbentuk 3 miliar tahun yang lalu.

Dikutip detikINET dari BBC, para ilmuwan pergi ke lokasi tumbukan di Afrika Selatan dan mengambil sampel batu guna memahami tabrakan tersebut. Tim menemukan bukti tumbukan asteroid besar itu tak hanya membawa kehancuran bagi Bumi, tapi juga membantu kehidupan awal berkembang.


“Kita tahu setelah Bumi pertama terbentuk, masih banyak puing di angkasa yang menghantam. Namun sekarang kita menemukan kehidupan benar-benar tangguh setelah beberapa tumbukan raksasa ini, berkembang dan tumbuh subur,” kata Prof. Nadja Drabon dari Universitas Harvard, penulis utama penelitian ini.

Meteorit S2 jauh lebih besar dari batu angkasa yang menyebabkan kepunahan dinosaurus 66 juta tahun lalu yang lebarnya sekitar 10 km atau hampir setinggi Gunung Everest. S2 lebarnya 40-60 km dan massanya 50-200 kali lebih besar.

Ia menghantam Bumi saat masih dalam tahap awal, berupa dunia air dengan beberapa benua. Kehidupan sangat sederhana, yakni mikroorganisme yang terdiri dari sel tunggal.

Lokasi tumbukan di Eastern Barberton Greenbelt adalah salah satu tempat tertua di Bumi dengan sisa-sisa jatuhnya meteorit itu. Prof Drabon pergi ke sana bersama rekan-rekannya, mencari partikel atau pecahan batu kecil yang tertinggal akibat tumbukan. Mereka mengumpulkan ratusan kilogram batu dan membawanya ke laboratorium.

Mereka merekonstruksi meteorit S2 ketika menghantam Bumi. Meteorit itu membuat kawah sepanjang 500 km dan menghancurkan batu-batu yang terlontar dengan kecepatan luar biasa hingga membentuk awan mengelilingi dunia. “Bayangkan awan hujan, tapi bukan air yang turun, itu seperti tetesan batu cair dari langit,” kata Drabon.

Tsunami besar menyapu seluruh dunia, menghancurkan dasar laut, dan membanjiri garis pantai. Tsunami Samudra Hindia 2004 tidak ada apa-apanya jika dibandingkan. Semua energi itu menghasilkan sejumlah besar panas yang mendidihkan lautan sehingga menyebabkan air setinggi puluhan meter menguap. Suhu meningkat hingga 100C.

Langit menjadi hitam, dipenuhi debu dan partikel. Tanpa sinar Matahari yang menembus kegelapan, kehidupan sederhana di daratan atau di air dangkal yang bergantung pada fotosintesis akan musnah.

Namun, apa yang ditemukan selanjutnya mengejutkan. Bukti batuan menunjukkan gangguan hebat tersebut mengaduk nutrisi seperti fosfor dan zat besi yang memberi makan organisme sederhana. “Kehidupan tidak hanya tangguh, tapi juga bangkit sangat cepat dan berkembang biak,” katanya.

“Seperti saat Anda menggosok gigi di pagi hari. Itu membunuh 99,9% bakteri, tapi pada malam hari semuanya kembali, bukan?” katanya. Temuan baru ini menunjukkan tumbukan itu seperti pupuk raksasa, mengirimkan bahan-bahan penting bagi kehidupan seperti fosfor ke seluruh dunia.

Tsunami yang melanda planet ini juga membawa air yang kaya zat besi dari kedalaman ke permukaan, sehingga mikroba awal memiliki energi tambahan. Penemuan ini memperkuat pandangan yang berkembang bahwa kehidupan awal sebenarnya dibantu oleh rangkaian batuan yang menghantam Bumi pada tahun-tahun awalnya.

(fyk/fyk)

Membagikan
Exit mobile version