Rabu, April 2

Jakarta

Jauh di bawah permukaan Bumi, para peneliti telah menemukan bukti baru yang mengejutkan tentang dasar laut purba yang terkubur selama jutaan tahun.

Sisa-sisa yang tersembunyi ini, yang dideteksi menggunakan gelombang seismik, menawarkan wawasan baru tentang perubahan interior planet dan masa lalunya yang penuh gejolak. Penemuan ini menjelaskan proses geologis yang membentuk Bumi pada masa dinosaurus.

Para ilmuwan menggunakan teknik pencitraan canggih untuk mengintip ke wilayah mantel yang belum dijelajahi, lapisan antara kerak dan inti. Temuan mereka mengungkap lempengan kerak samudra padat yang tenggelam ratusan kilometer di bawah tanah, melestarikan bab sejarah Bumi yang telah lama hilang.


Jingchuan Wang, seorang peneliti pascadoktoral di bidang geologi, memimpin penelitian ini di University of Maryland, Amerika Serikat. Ia dan timnya berfokus pada East Pacific Rise, wilayah yang aktif secara geologis tempat segmen-segmen kerak planet perlahan-lahan menjauh.

Hingga saat ini, area ini sebagian besar belum diteliti. Di bawah permukaannya, para peneliti menemukan struktur yang dalam dan sangat tebal yang belum pernah diamati sebelumnya.

Karya ilmiah tim tersebut, yang diterbitkan dalam Science Advances, menantang gagasan lama tentang mantel Bumi. Temuan mereka menunjukkan bahwa dasar laut purba mungkin bertahan jauh lebih lama daripada yang diyakini para ilmuwan sebelumnya, sehingga membentuk kembali pemahaman kita tentang lempeng tektonik.

“Ini adalah jejak fosil dari sepotong dasar laut purba yang tersubduksi ke Bumi sekitar 250 juta tahun yang lalu,” jelas Wang.

Untuk mengungkap lapisan-lapisan yang terkubur ini, para peneliti menggunakan pencitraan seismik, sebuah teknik yang beroperasi seperti pemindaian CT.

Ketika gempa mengirimkan gelombang kejut ke seluruh planet, gelombang tersebut bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda, tergantung pada material yang dilaluinya. Dengan menganalisis pola-pola ini, para ilmuwan dapat memetakan struktur-struktur yang berada jauh di bawah tanah dengan presisi yang luar biasa.

Wang bekerja sama dengan profesor geologi Vedran Lekic dan Nicholas Schmerr untuk menerapkan metode ini pada zona transisi mantel, batas yang terletak antara 410 dan 660 km di bawah permukaan.

Zona ini, tempat mantel atas dan bawah bertemu, berubah ketebalannya berdasarkan suhu dan tekanan. Temuan tim tersebut mengungkap bagian yang luar biasa tebal, yang menunjukkan sejarah kompleks di bawah permukaan.

Dasar laut yang terkubur ini menantang model sebelumnya tentang bagaimana bagian dalam Bumi berevolusi seiring waktu. Dulunya diperkirakan bercampur dan larut dengan relatif cepat, lempengan-lempengan kuno ini mungkin bertahan selama ratusan juta tahun. Kelangsungan hidup mereka dapat memengaruhi proses-proses di dalam Bumi dengan cara-cara yang baru mulai dipahami para ilmuwan.

Subduksi adalah proses ketika satu lempeng tektonik bergeser di bawah lempeng lainnya, mendorong material dari permukaan Bumi jauh ke dalam mantelnya. Mekanisme ini penting untuk memahami fenomena geologi, karena sering kali menyebabkan gempa, aktivitas gunung berapi, dan pembentukan palung laut dalam.

Secara tradisional, subduksi dipelajari dengan memeriksa sampel batuan permukaan dan endapan sedimen, tetapi pendekatan baru ini menawarkan sekilas gambaran tentang konsekuensi yang lebih dalam dari proses ini. Temuan tim tersebut mengungkapkan bahwa material di bagian dalam Bumi ini bergerak jauh lebih lambat daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Wang mencatat bahwa keberadaan material yang lebih dingin di zona transisi mantel kemungkinan berkontribusi terhadap ketebalannya yang tidak biasa, menunjukkan bahwa lempeng samudra mungkin terperangkap di tengah jalan saat turun ke dalam mantel.

“Kami menemukan bahwa di wilayah ini, material tenggelam sekitar setengah dari kecepatan yang kami perkirakan,” jelas Wang. Hasil yang mengejutkan ini menunjukkan bahwa zona transisi mantel mungkin bertindak sebagai penghalang, memperlambat pergerakan material yang tersubduksi melalui lapisan Bumi.

Penemuan ini, pada gilirannya, menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana dinamika interior Bumi yang dalam memengaruhi kondisi permukaan dalam jarak dan skala waktu yang sangat jauh.

Dampak dari temuan ini lebih dari sekadar rasa ingin tahu tentang sejarah geologi Bumi. Tim tersebut berhipotesis bahwa perpecahan yang tidak biasa di Pacific Low Shear Velocity Province, area jauh di dalam mantel yang dikenal karena perilaku geologisnya yang kompleks, mungkin terkait dengan dasar laut yang tenggelam yang mereka temukan.

Wawasan ini membantu ahli geologi lebih memahami bagaimana lapisan dalam Bumi berinteraksi, dan bagaimana interaksi ini memengaruhi aktivitas tektonik di permukaan, seperti gempa dan letusan gunung berapi.

(rns/hps)

Membagikan
Exit mobile version