Kamis, November 7


Jakarta

Magic mushroom atau jamur tahi sapi sedang banyak diteliti oleh para ahli karena disebut-sebut memiliki efek neurologis untuk terapi bagi orang dengan masalah kesehatan mental.

Hingga saat ini hanya sedikit yang diketahui tentang beragam efek neurologis dari senyawa psikoaktif jamur, psilocybin, sehingga sulit untuk memprediksi bagaimana jamur tersebut pada akhirnya dapat bermanfaat bagi masyarakat sebagai obat.

Sebuah penelitian yang dipimpin oleh psikiater Fakultas Kedokteran Universitas Washington Joshua Siegel melacak perubahan otak pada tujuh orang dewasa sehat sebelum, selama, dan setelah mengonsumsi psilocybin dosis tinggi, mengidentifikasi gangguan konektivitas yang berlangsung selama berminggu-minggu di beberapa area otak.


Diberitakan IFL Science, peserta rata-rata melakukan 18 pemindaian MRI otak pada minggu-minggu sebelum dan sesudah perjalanan mereka, serta selama pengalaman tersebut, untuk mengungkap efek akut dan persisten dari magic mashroom. Awalnya, peneliti menemukan bahwa setiap orang memiliki pola konektivitas jaringan yang jelas dan benar-benar unik, seperti semacam sidik jari saraf yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi individu tertentu.

Namun, segera setelah mengonsumsi psilocybin, pola konektivitas menjadi lebih kacau, hingga peserta tidak dapat lagi dibedakan satu sama lain berdasarkan aktivitas otaknya. Ditambah lagi terjadi gangguan dalam konektivitas di beberapa area otak yang bertahan selama berminggu-minggu setelah mengonsumsi jamur tahi sapi.

“Otak orang-orang yang menggunakan psilocybin terlihat lebih mirip satu sama lain dibandingkan dengan otak mereka yang tidak terhubung,” jelas penulis studi Nico Dosenbach dalam sebuah pernyataan.

“Individualitas mereka untuk sementara terhapus. Hal ini memverifikasi, pada tingkat ilmu saraf, apa yang dikatakan orang tentang kehilangan kesadaran diri selama perjalanan.”

(kna/kna)

Membagikan
Exit mobile version