Kamis, Maret 6

Jakarta

Ilmuwan telah memperingatkan bahwa arus laut terkuat di Bumi melambat karena perubahan iklim, dengan konsekuensi yang berpotensi membawa bencana.

Antarctic Circumpolar Current (ACC) atau Arus Sirkumpolar Antartika mengangkut sekitar 173 juta meter kubik air setiap detik dalam lingkaran yang tidak terputus di seluruh benua Antartika.

Namun, penelitian baru menunjukkan bahwa ACC dapat menjadi 20% lebih lambat pada 2050 karena perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.


Jika pelambatan terjadi, hal itu dapat menyebabkan ‘lingkaran setan’ dari es yang mencair dengan cepat, naiknya permukaan laut, dan suhu global yang meningkat.

Lebih dari empat kali lebih kuat dari Gulf Stream, ACC adalah bagian penting dari ‘sabuk pengangkut laut’ yang mendorong air, panas, dan nutrisi di seluruh planet.

Tetapi ketika air tawar dari es laut yang mencair dibuang ke beberapa area Antartika, proses yang menggerakkan sabuk pengangkut itu akan mulai melemah.

“Lautan sangatlah kompleks dan sangat seimbang. Jika ‘mesin’ saat ini rusak, akan ada konsekuensi yang parah, termasuk variabilitas iklim yang lebih besar, dengan kondisi ekstrem yang lebih parah di wilayah tertentu, dan pemanasan global yang lebih cepat karena berkurangnya kapasitas lautan untuk bertindak sebagai penyerap karbon,” kata peneliti utama studi, Dr. Bishakhdatta Gayen, profesor di University of Melbourne, dikutip dari Daily Mail.

Sama seperti sepupunya yang lebih terkenal di utara, Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC) atau Sirkulasi Terbalik Meridian Atlantik, ACC digerakkan oleh air dingin dan asin.

Saat es terbentuk di lautan, air yang tertinggal menjadi sangat asin dan dingin, sehingga menjadi sangat padat. Air dingin dan padat itu tenggelam dengan cepat ke zona ‘abyssal’ terdalam di lautan dan menyapu ke utara, membawa oksigen dan CO2, serta mengaduk sedimen kaya nutrisi di dasar laut.

Air kemudian ditarik ke permukaan melalui proses yang disebut upwelling di area seperti Samudra Selatan di selatan Australia, membawa nutrisi ke permukaan dan menggerakkan siklus arus laut. Namun, seiring dengan menghangatnya iklim, es di sekitar Antartika mencair dengan kecepatan yang semakin cepat.

Es Laut Anjlok

Penelitian terkini menunjukkan bahwa es laut di sekitar benua selatan anjlok ke rekor terendah tahun lalu. Menurut data yang dikumpulkan oleh US National Snow and Ice Data Center (NSIDC), luas es laut Antartika adalah 2,07 juta km persegi (per 15 Februari 2025).

Angka ini turun drastis di bawah rata-rata pada 15 Februari untuk periode referensi historis antara 1981 hingga 2010, yakni 2.932 juta km persegi.

“Lembaran es yang mencair membuang sejumlah besar air tawar ke lautan asin,” Dr Gayen berkata.

“Perubahan mendadak dalam ‘kadar garam’ laut ini memiliki serangkaian konsekuensi, termasuk melemahnya tenggelamnya air laut permukaan ke dasar laut dalam, yang disebut Air Dasar Antartika, dan, berdasarkan penelitian ini, melemahnya aliran samudra kuat yang mengelilingi Antartika,” jelasnya.

Dengan menggunakan superkomputer terkuat di Australia, Dr. Gayen dan rekan-rekannya memodelkan bagaimana proses ini akan memengaruhi ACC dalam skenario ‘emisi tinggi’, skenario ketika emisi gas rumah kaca terus meningkat.

Simulasi menunjukkan bahwa pencairan es saja akan menyebabkan perlambatan ACC sebesar 20% pada 2050. Meskipun mereka tidak memodelkan dampak iklim dari perubahan ini dalam makalah mereka, penelitian terkini menunjukkan bahwa pelambatan seperti itu akan berdampak luas pada iklim.

Ini karena ACC bertindak sebagai penghalang fisik dan oseanografi, melindungi Samudra Selatan dari bagian dunia lainnya.

Arus Laut Mengubah Iklim

Rekan penulis Dr Taimoor Sohail, seorang peneliti pascadoktoral di University of Melbourne, mengatakan bahwa salah satu cara ACC berperan penting dalam mengatur iklim kita adalah dengan mengendalikan seberapa banyak panas yang masuk ke Antartika dan ke Lapisan Es Antartika.

“Jadi, pelambatan ACC dapat menyebabkan lebih banyak panas berpindah ke selatan dari Utara yang lebih hangat, dan itu akan mempercepat pencairan es,” ujarnya.

Dr Sohail menjelaskan bahwa hal ini menciptakan ‘lingkaran setan’ dengan pencairan es melemahkan ACC yang pada gilirannya, memungkinkan es mencair lebih cepat dan semakin melemahkan arus pelindung.

Lapisan Es Antartika menampung sekitar 90% dari semua air tawar di Bumi dan berpotensi menyebabkan peningkatan besar pada permukaan laut jika mencair.

Meskipun makalah ini tidak menunjukkan bahwa Lapisan Es Antartika akan segera menghilang, bahkan percepatan kenaikan permukaan laut yang sederhana dapat menjadi bencana bagi 230 juta orang yang tinggal dalam jarak 90 cm dari garis pasang surut saat ini.

Siklus setan ini akan semakin parah jika kemampuan ACC untuk memoderasi kadar CO2 dan panas di atmosfer berkurang. Di beberapa bagian lautan, air permukaan yang bersentuhan dengan atmosfer memanas dan menyerap CO2 sebelum dengan cepat ditarik ke dalam laut dalam melalui ‘proses ventilasi’.

‘Air dasar Antartika’ yang dihasilkan memerangkap sejumlah besar CO2 dan panas dunia. Namun, penelitian menunjukkan bahwa proses yang menarik air permukaan ke kedalaman dikendalikan oleh kekuatan ACC.

Atmosfer saat ini menyerap lebih dari 90% panas yang terperangkap dalam sistem iklim, tetapi jika ACC melemah, proses tersebut mungkin akan terhenti, yang menyebabkan pemanasan lebih cepat.

Pelambatan ACC juga akan mempercepat perubahan siklus air, yang menyebabkan cuaca yang lebih ekstrem di seluruh dunia. Selain itu, pelambatan ACC akan menjadi bencana bagi ekosistem Antartika yang sudah rapuh. Arus yang bersirkulasi cepat tersebut bertindak sebagai penghalang yang mencegah spesies invasif menyeberang ke benua tersebut.

Menurut makalah yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Research Letters ini, satu-satunya cara untuk mencegah perubahan ini adalah dengan menghentikan pencairan cepat es laut Antartika.

“Poin utama dari penelitian ini adalah bahwa ada hubungan yang jelas antara pencairan es dan perlambatan ACC. Jadi, jika kita dapat mencoba mengurangi seberapa banyak pencairan es yang terjadi, melalui mitigasi iklim, maka ada kemungkinan besar proyeksi ini tidak akan benar-benar terbukti,” ujarnya.

(rns/rns)

Membagikan
Exit mobile version