Kamis, Februari 13

Jakarta

Populasi ikan tangan merah (handfish) yang terancam punah telah mengalami penurunan mengkhawatirkan. Populasi liar, yang pernah berjumlah sekitar 100 ekor, telah menyusut menjadi hanya 75 ekor.

Perubahan ini disebabkan oleh pemindahan 25 ekor handfish yang dirawat oleh Institute for Marine and Antarctic Studies (IMAS) di Australia. Para pegiat konservasi bertindak cepat, dengan memperoleh izin khusus dari pemerintah Australia untuk memindahkan ikan-ikan tersebut dari habitat aslinya.

Ikan tangan merah, anggota unik dari keluarga ikan pemancing, memiliki ciri khas tersendiri. Salah satu ciri khas mereka adalah tidak memiliki kantung renang, organ umum pada sebagian besar ikan yang digunakan untuk mengendalikan daya apung. Sebaliknya, mereka mengandalkan sirip besar yang menyerupai tangan, menggunakannya untuk ‘berjalan’ di sepanjang dasar laut.


Makhluk aneh ini relatif kecil, panjangnya hanya sekitar 8 cm. Penampilan mereka ditandai dengan nuansa merah muda, merah, atau cokelat, disertai mulut yang selalu terlihat seperti ekspresi cemberut dan menunduk.

“Jika Anda belum pernah melihat handfish sebelumnya, bayangkan seperti mencelupkan seekor katak ke dalam cat berwarna cerah, dan memaksanya memakai sarung tangan yang dua ukuran lebih besar,” kelakar Handfish Conservation Project mencoba memberikan gambaran rupa handfish dikutip dari The Brighter Side.

Namun, keunikan ikan tangan merah tidak hanya terbatas pada penampilannya. Spesies ini sangat langka, dengan perkiraan populasi tidak lebih dari 100 ekor yang tersisa di alam liar. Habitat mereka terbatas hanya pada dua daerah kecil terumbu karang, yang terletak di tenggara Hobart, Tasmania.

Sayangnya, kawasan ini terus-menerus terancam oleh berbagai sumber, termasuk lalu lintas perahu, penjangkaran, pembangunan perkotaan, polusi, limpasan nutrisi, spesies invasif, dan dampak buruk perubahan iklim.

Salah satu aspek khas dari perilaku ikan tangan merah adalah cara bergeraknya. Alih-alih berenang, mereka berjalan di sepanjang dasar laut. Namun, adaptasi ini membatasi kemampuan mereka untuk melarikan diri dari ancaman, karena mereka tidak dapat menempuh jarak yang jauh dengan cepat. Selain itu, mereka tidak memiliki tahap larva selama perkembangan awal mereka, sehingga mencegah mereka hanyut di lautan untuk menjajah daerah baru.

Kekhawatiran yang mendesak terkait habitat ikan tangan merah adalah hilangnya habitat yang parah akibat penggembalaan bulu babi asli secara berlebihan. Jika dikombinasikan dengan prediksi terjadinya gelombang panas laut, situasinya menjadi semakin buruk.

Dr. Jemina Stuart-Smith, peneliti di IMAS yang memimpin program penelitian dan konservasi ikan tangan merah menjelaskan bahwa degradasi habitat berarti hilangnya tempat berlindung dan habitat mikro, menciptakan habitat yang terputus yang membuat ikan tangan merah semakin sulit menyesuaikan diri dengan tekanan suhu air.

“Data suhu dari lokasi menunjukkan bahwa musim panas ini telah jauh melampaui suhu maksimum sebelumnya. Suhu tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya terjadi di sini, jadi kami hanya dapat berasumsi bahwa pemicu stres tambahan ini akan memengaruhi populasi yang sudah rapuh,” jelasnya.

Menanggapi perkembangan yang mengkhawatirkan ini, para ahli menyelenggarakan pertemuan darurat untuk menentukan tindakan terbaik. Setelah penilaian cermat terhadap data yang tersedia dan risiko terkait, mereka membuat keputusan untuk merelokasi 25 ekor handfish dari alam liar ke IMAS Taroona untuk perlindungan dan perawatan.

Dr. Andrew Trotter, yang memimpin proyek pengembangbiakan konservasi IMAS untuk ikan tangan merah, berbagi wawasan tentang proses relokasi ini.

“Strategi ini tentu saja bukan tanpa risiko, tetapi relokasi handfish dari laut ke akuarium berjalan lancar, dan mereka beradaptasi dengan sangat baik di rumah baru mereka,” ujarnya.

Meskipun menghadapi tantangan, Dr. Trotter memastikan bahwa handfish merah menerima perawatan terbaik. “Kami memiliki staf yang sangat berpengalaman yang merawat ikan tujuh hari seminggu, dan jadwal panggilan 24 jam. Jadi, kami yakin mereka cukup aman bersama kami. Tetapi tentu saja ada rasa tanggung jawab yang lebih tinggi di antara tim kami, mengingat betapa kecilnya populasi ikan liar,” jelasnya.

Ke depannya, tujuan utama tim ini adalah untuk mengembalikan hewan-hewan ini ke habitat alami mereka di musim dingin, asalkan kondisinya memungkinkan.

Masa depan ikan tangan merah berada di ujung tanduk sementara para pegiat konservasi bekerja tanpa lelah untuk melindungi spesies yang terancam punah ini dalam menghadapi meningkatnya ancaman lingkungan.

(rns/rns)

Membagikan
Exit mobile version