Tokyo –
Meningkatnya jumlah kunjungan turis asing di Jepang membuat hotel-hotel penuh. Yang menjadi kendala, hotel-hotel itu kekurangan pekerja.
Dilansir dari Asia Nikkei pada Sabtu (10/8/2024), operator hotel Jepang berencana untuk mempekerjakan lebih banyak pekerja asing seiring semakin semakin bergairahnya sektor pariwisata. Saat ini, banyak posisi kosong yang ditinggalkan oleh pemutusan hubungan kerja di sektor perhotelan pada era pandemi.
Salah satu hotel yang terang-terangan mencari pekerja adalah Tokyu Resorts & Stays. Perusahaan itu berencana untuk memperluas tenaga kerja kelahiran luar negerinya dari sekitar 120 menjadi 580 pada tahun 2033. Perbandingannya, persentase pekerja asing di 2033 itu mencakup sekitar 30% dari seluruh gaji karyawannya, adapun saat ini 6%.
Tokyu Resort & Stays memang sedang gencar membuka resor dan hotel baru. Dengan pertumbuhan itu, manajemen pesimistis dapat memenuhi kebutuhan perekrutan hanya dengan lulusan baru Jepang.
Pencarian akan berfokus pada program pekerja terampil khusus Jepang. Tokyu Resorts telah mendatangkan pekerja dari Filipina dan Myanmar di bawah kerangka kerja itu, tetapi berencana untuk melihat negara lain, seperti Indonesia dan Nepal.
Perusahaan mengatakan para pekerja yang dicari diutamakan sebagai juru masak dan pelayan di restorannya.
Kemudian, Seibu Prince Hotels Worldwide bermaksud untuk mempekerjakan 20% lebih banyak pekerja asing tahun fiskal ini. Saat ini, pekerja hotel itu diisi lebih banyak pekerja magang untuk posisi penuh waktu.
Perusahaan juga akan menawarkan tunjangan yang lebih besar, termasuk tunjangan hidup bulanan sebesar 20.000 yen atau sekitar Rp 2,1 juta dan tunjangan perjalanan hingga 100.000 yen atau setara dengan Rp 10 juta per tahun untuk dua kali perjalanan pulang per tahun.
Pengusaha perhotelan juga akan berupaya untuk mendidik pekerja asing tentang budaya Jepang. Shizukuishi Prince Hotel di prefektur Iwate, misalnya, pelatihan karyawan sekarang mencakup mencoba wanko soba, mi khas setempat, dan kunjungan ke tempat wisata terdekat.
“Kami berharap mereka dapat memberi tahu pengunjung ke Jepang tidak hanya tentang fasilitas hotel, tetapi juga tentang apa yang ditawarkan wilayah tersebut,” kata seorang perwakilan perusahaan.
Operator jaringan hotel Fujita Kanko menargetkan pekerja asing mencapai 10% dari total stafnya pada tahun 2028, naik dari 8,1% pada akhir tahun lalu. Pada bulan Mei lalu, perusahaan mulai membayar subsidi sebesar 4.000 yen untuk karyawan setiap kali visa kerja mereka diperbarui.
Asosiasi Perjalanan dan Pariwisata Jepang pada Februari merekomendasikan agar pemerintah meninjau kembali tugas pekerjaan yang dijelaskan untuk pekerja hotel di bawah program pekerja terampil tertentu. Tugas-tugas ini berfokus pada posisi yang berhadapan dengan pelanggan, sementara tugas tata graha dianggap sebagai tugas tidak tetap, yang menurut kelompok industri tersebut membatasi fleksibilitas.
Di beberapa negara, mengikuti ujian yang diwajibkan untuk memenuhi syarat program di industri akomodasi bisa jadi sulit, dan dalam beberapa kasus, pekerja datang ke Jepang hanya dengan kualifikasi di bidang layanan makanan, sehingga mereka hanya bekerja di restoran.
“Kompleksitas sistem ini membuat hotel enggan merekrut orang asing. Jepang tidak memiliki sistem yang tepat untuk menerima pekerja hotel asing,” kata Presiden Mori Trust Miwako Date.
Ia menambahkan bahwa pemerintah perlu membuat “paket” untuk tujuan tersebut.
Selain merekrut orang asing, pembagian uang yang dihasilkan oleh masuknya wisatawan untuk membuat pekerjaan di bidang perhotelan lebih menarik disebut sebagai sudut pandang penting lainnya untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja.
Gaji bulanan rata-rata di industri akomodasi dan restoran mencapai 259.000 yen tahun lalu, terendah di antara semua industri, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan. Federasi Serikat Pekerja Industri Jasa dan Pariwisata Jepang telah menetapkan target jangka menengah sebesar 5,5 juta USD dalam bentuk gaji tahunan bagi pekerja berusia 35 tahun, tetapi target ini masih jauh dari kenyataan.
“Kondisi dan lingkungan kerja di industri pariwisata tidak sebaik di industri lain,” kata Asuka Sakurada, yang mengepalai federasi tersebut.
“Kami ingin membuat industri ini lebih menarik untuk bersaing mendapatkan bakat,” dia menegaskan.
(bnl/fem)