Kamis, September 19


Jakarta

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, mengatakan tidak bisa secara cepat menerapkan skema electronic road pricing (ERP) karena fasilitas transportasi umum di Jakarta harus lengkap terlebih dahulu sebelum menerapkan ERP. Menurutnya ERP termasuk dalam program transportasi jangka panjang Jakarta.

“Mungkin tadi ERP tidak diterapkan untuk sekian titik ya, tetapi ke depan ERP itu bisa diterapkan di zona-zona yang memang transportasinya sudah cukup lengkap,” kata Heru kepada wartawan di Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2024).

Heru mengatakan bahwa kini Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah menyusun rancangan atau peta jalan penerapan ERP. Ia pun mencontohkan, ERP bisa diterapkan ketika akses transportasi umum mulai Lebak Bulus di Jakarta Selatan hingga Ancol di Jakarta Utara telah difasilitasi.


“Transportasi umum yang harus sudah ada, yakni Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta, Lintas Raya Terpadu (LRT) Jakarta, dan Transjakarta. Ketika akses mulai Lebak Bulus hingga Ancol telah difasilitasi transportasi umum, barulah ERP bisa diterapkan,” ungkapnya.

“Jadi transportasinya sudah cukup lengkap. Contoh, Sudirman, Thamrin, ya itu sudah ada MRT, sudah ada Transjakarta, sudah ada moda transportasi yang lain. Itu mungkin bisa alternatif untuk ERP,” imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, Pemprov DKI Jakarta sedang membahas regulasi pengendalian lalu lintas jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP). Sepeda motor juga bakal dikenai tarif ERP saat melintas di sejumlah ruas jalan.

“Sekarang juga penambahan kendaraan motor di Jakarta dan Jabodetabek khususnya cukup masif. Oleh sebab itu, pengendalian lalu lintas selanjutnya adalah secara elektronik dan prinsip penggunaan secara elektronik itu berdasarkan conjunction pricing,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo di DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (16/1).

Merujuk dokumen Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta dalam rapat kerja bersama Komisi B DPRD DKI Jakarta, jumlah sepeda motor di DKI Jakarta meningkat hingga 5,3 persen dalam kurun 2018-2019.

Dokumen itu juga menyebut pelaksanaan ganjil genap tidak berlaku pada sepeda motor sehingga menyebabkan 37 persen pengguna mobil beralih ke sepeda motor serta 17 persen lainnya beralih ke ojek dan transportasi online lainnya. Selain itu, 27 persen warga yang beralih ke transportasi publik.

Syafrin menilai perlu ada program untuk mengendalikan jumlah sepeda motor di jalanan. Dia berharap hal itu bisa membuat masyarakat beralih ke transportasi umum.

“Bagaimana permasalahan transportasi yang saat ini kita hadapi bersama akibat kepemilikan kendaraan pribadi dan kemudian kemampuan daerah menambah panjang jalan yang sangat terbatas, ini menjadi salah satu penyebab oleh sebab itu kemudian kita harus lakukan upaya-upaya holistik terkait pemecahan permasalahannya,” jelasnya.

(bel/dnu)

Membagikan
Exit mobile version