Selasa, Februari 25


Bogor

Salah satu destinasi yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Bogor ini di akhir Januari sempat viral usai harga tiket yang mahal.

Awalnya ada rombongan wisatawan yang hendak berkunjung ke area curug yang berada di dalam kawasan tersebut. Nggak main-main harga untuk satu orangnya adalah Rp 54.900, mereka sangat keberatan lantaran tak membawa kendaraan ke lokasi itu.

Tak berselang lama, video terkait tiket masuk curug yang mahal itu pun ramai diperbincangkan di media sosial. Ada yang mengatakan tak habis pikir untuk harga tiket masuk curug yang mahal hingga Rp 54.900.


Situasi itu pun membuat banyak pihak angkat bicara. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bogor, Yudi Santosa, menjelaskan bahwa harga tersebut sudah disepakati oleh pengelola yakni Kemeterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Perhutani, Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

Kemudian, Yudi juga mengatakan bahwa dari nominal tersebut sudah termasuk rincian-rinciannya, namun tidak tersosialisasikan ke masyarakat dengan baik.


“Namun komponen masing-masing, sehingga mencapai sejumlah harga tiket di masing-masing lokasi yang berbeda-beda tidak pernah disampaikan kepada kami dan tidak tersosialisasikan kepada masyarakat,” kata Yudi, Rabu (1/2/2025).

Hal itu yang menjadi menjadi evaluasi yang akibatnya berdampak pada jumlah pengunjung yang berimbas pada penurunan pendapatan dari pedagang yang berada di kawasan tersebut.

“Kami sudah berkoordinasi dengan KLHK dan akan mencoba mengurai masalah ini di lapangan dengan mengundang Perhutani, TNGHS, TNGP, dan BKSDA. Perlu diketahui, kenaikan PNBP ini kebijakan kementerian dan pemerintah daerah tidak diikutsertakan dalam kebijakan tersebut,” lanjutnya.

Tanggapan dari Kementerian

Semakin bergulir ramainya Curug Nangka itu, Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan pengecekan terkait harga dan situasi di lapangan.

“Saya cek nanti ya,” kata Raja Juli.

Adapun tanggapan lainnya diutarakan oleh Kementerian Pariwisata, pada Jumat (7/2). Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenpar, Hariyanto, mengatakan harus melihat dari dua sisi yang berbeda.

Ia menilai dengan harga yang dipatok saat ini untuk tiket masuk ke kawasan curug, itu bisa untuk menjaga ekosistem di kawasan itu dan menjaga keberlangsungan alam.

Curug Nangka di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Bogor. (Muhammad Lugas Pribady/detikcom)

“Itu kan hanya dari satu sisi tapi di sisi lain, tiket katakanlah kemarin di Kementerian Lingkungan Hidup itu kan untuk melindungi ekosistem. Kalau dari kita itu adalah concern ke pariwisata yang berkelanjutan-sustainability,” ucapnya.

“Termasuk bagaimana harus izin drone, kalau di laut izin diving, dan sebagainya itu semata-mata untuk melindungi, memastikan kekayan budaya kita itu sustain. Jadi lagi-lagi kalau balik ke pariwisata yaitu mereka justru regulasi itu mendukung sustainability,” lengkap Hariyanto.

Situasi Terkini

Beberapa hari lalu, detikTravel berkesempatan untuk mengunjungi kawasan TNGHS utnuk menuju ke curug-curug yang ada di sana, salah satunya Curug Nangka, Sabtu (22/2). Dalam pantau meski berkunjung di akhir pekan rata-rata pengunjung kala itu tidak lebih dari 100 orang.

Namun suasana yang disuguhkan kawasan itu memang begitu asri dengan pepohonan yang rindang dan udara yang segar. Saat berkunjung ke area itu detikTravel membayar tiket masuk seharga Rp 145 ribu untuk tiga orang, jadi kira-kira per orangnya Rp 43 ribu.

Untuk parkir mobil Rp 15 ribu sehingga ditotal sekitar Rp 160 untuk tiga orang dan satu buah mobil. Tim detikTravel pun menyusuri jalanan setapak hingga bebatuan untuk mencapai curug-curug di sana. Ada tiga curug yaitu Curug Nangka, Curug Daun, dan Curug Kaung.

Untungnya dengan harga yang cukup mahal itu sudah tidak ada lagi pungutan-pungutan lainnya. Jadi pengunjung bisa langsung menikmati kawasan tanpa harus kesal yang harus bayar sana-bayar sini.

Dengan harga yang ada saat ini, salah satu pengunjung bernama Salamiah menyebut tidak menjadi persoalan. Dengan catatan infrastruktur dan ekosistem di sana terjaga.

“Kalau menurut saya asal dia jaga alam kayak gini kita no problem, ini kaya gini dia bagusin jalannya ya no problem. Asal jangan ada sampah-sampah di sini, jangan ada pungutan-pungutan liar lagi,” ungkapnya kepada detikTravel.

“Kalau dulu kita ‘oke bayar’, (tapi) sini bayar, ke sini bayar. Itu dulu tahun 2024 saya lihat, tapi saya pribadi lewat aja,” lengkapnya.

Senada dengan Salamiah, pengunjung lainnya yakni Pringgo juga mengatakan tak mempermasalahkan selagi ada peningkatan yang sebanding dengan harga yang ditetapkan.

“Karena (untuk) pengelolaan juga kan, ya butuh biaya juga karena ini kan bukan tarikan liar ya, jadi memang dari Balai Taman Nasional Halimun Salak. Jadi saya-saya dukung sih, karena semakin kurang pengunjung dalam artian ya alamnya akan seimbang gitu kan,” ucap Pringgo.

Kendati demikian, yang paling terimbas dari harga tiket itu adalah pedagang, walaupun para pengunjung merasakan tak terlalu terganggu dengan hal itu. Para pedagang di sana sangat merasakan pengaruhnya, karena semakin berkurang pegunjungnya.

“Iya semenjak itu (berkurang),” kata salah satu pedagang di sana.

(upd/wsw)

Membagikan
Exit mobile version