Minggu, Oktober 6
Jakarta

Mantan Dirut PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengelolaan timah yang merugikan negara Rp 300 triliun. Hakim mencecar Riza soal penambang liar yang banyak beroperasi di wilayah izin tambang PT Timah.

Riza merupakan salah satu terdakwa dalam kasus ini. Pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/10/2024), Riza Pahlevi bersaksi untuk terdakwa Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin (PT RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT sejak 2018, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak 2017.

Mulanya, hakim anggota Suparman Nyompa menanyakan faktor penyebab PT Timah tak bisa mengendalikan penambang ilegal di wilayahnya sendiri. Hakim mencecar Riza apakah ada yang memelihara penambang ilegal tersebut.


“Yang di darat ini, kalau laut kan PT Timah sendiri yang kendalikan kan. Yang di darat ini gimana sih masalahnya kok nggak bisa dikendalikan langsung itu? Apakah memang dipelihara? Ada pihak yang memelihara penambang-penambang liar ini yang ilegal ini, atau ada yang terganggu kenyamanannya kalau dikendalikan langsung oleh PT Timah? Tentu ada beberapa faktor penyebabnya di situ, coba, atau Saudara mengabaikan, Saudara nggak mau memikirkan di situ? Pernah nggak terpikirkan oleh Saudara? Biar lebih cepat lah, saudara nggak bingung berpikir, yang kenyataan saudara alami karena saudara ahli lho itu, ahli manajemennya langsung saya mau tanya masalahnya apa? Saudara lebih tahu itu, apa sebenarnya masalahnya di situ?” tanya hakim.

Hakim meminta Riza tak bertele-tele dan langsung menjawab pertanyaannya. Hakim menanyakan penyebab penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah tak bisa dikendalikan.

“Izin Yang Mulia, saya menjelaskan, pada saat saya masuk PT Timah tahun 2016,” jawab Riza yang dipotong hakim.

“Nggak, langsung hambatannya aja. Ada nggak saudara pikirkan di situ, jangan bercerita gitu. Langsung saya mau tahu kenyataannya aja, kenyataannya hambatannya apa kok nggak bisa dikendalikan?” tanya hakim.

“Justru dengan program instruksi 030 pengamanan aset dan SHP (Sisa Hasil Borongan Pengangkutan) itu adalah upaya kami supaya bijih timah itu masuk ke PT Timah, itu Yang Mulia,” jawab Riza.

Hakim mengatakan keuntungan PT Timah akan jauh lebih besar jika penambang ilegal bisa diberantas. Hakim mencecar Riza apakah PT Timah tak berdaya mengendalikan penambang ilegal tersebut.

“Apakah memang tidak berdaya menghadapi penambangan liar ini? Gimana menurut Saudara? Atau saudara nggak pernah pikirkan ke sana?” cecar hakim.

“Saya sampaikan tadi Yang Mulia ya, proses penambangan itu kan bisa melalui kami langsung atau melalui kemitraan, itu juga diatur di Permen ESDM. Kemitraan itu artinya adalah mereka menambang mau atas nama PT Timah, nah untuk menanggulangi yang tadi dibilang ada penambang ilegal yang selama ini tidak bisa dikendalikan, itu lah kenapa kami mengeluarkan instruksi pengamanan aset tujuannya adalah yang dulunya tidak bisa digapai oleh PT Timah, yang bijihnya selama ini tidak bisa digapai itu bisa dikendalikan oleh PT Timah. Itu tujuannya yang instruksi pengamanan aset dan program SHP tadi, karena program SHP itu sendiri dilaksanakan di lahan yang sudah pernah ditambang dan masih ada tersisa,” ujar Riza yang kembali dipotong hakim.

Hakim mempertanyakan upaya PT Timah yang tak mengambil alih penambangan yang dilakukan penambang ilegal. Hakim mencecar Riza apakah ada intervensi yang diterimanya.

“Kalau begini dibiarkan, itulah sehingga banyak yang diekspor tanpa melalui PT Timah. Larilah ke yang lain-lain, negara rugi. Coba kalau semua masuk ke PT Timah, ini kan bisa untung besar negara itu, di situ sebenernya masalahnya. Kenapa kok dibiarkan nggak ada upaya untuk mengambil alih ini?” ujar hakim.

“Itu yang terjadi di tahun 2019, Yang Mulia, 2019 itu produksi ekspor PT Timah itu 68 ribu ton, tertinggi dalam sejarah dan menjadi nomor satu di dunia. Itu justru terjadi di 2019,” jawab Riza.

Hakim menyebut keuntungan yang diterima PT Timah belum maksimal karena penambang ilegal. Hakim juga mengungkit soal penduduk yang bisa sejahtera jika kekayaan alam dikelola maksimal. Hakim pun menanyakan apakah Riza terlibat dalam upaya pembiaran dan perlindungan terhadap penambang ilegal tersebut.

“Kita lihat berita-berita itu. Bahkan ada yang mengatakan loh kalau tambang saja, sektor tambang saja bisa dikendalikan, tidak ada penyimpangan, tidak ada bocor, semua penduduk itu katanya mendapat Rp 20 juta per bulan, tanpa bekerja, seluruh Indonesia ini ya maksudnya ini. Begitu besarnya itu penghasilan negara di situ, tahu semua kita karena kan selalu diberitakan itu. Ini umum, artinya ada pengetahuan umum,” kata hakim.

“Sepertinya masih belum mau terbuka gitu. Ataukah memang Saudara juga terlibat di dalamnya?” imbuh hakim.

“Nggak ada, Yang Mulia, saya nggak ada terlibat,” ujar Riza.

Hakim meminta Riza tidak menutupi apapun dalam keterangannya. Riza mengklaim tak ada yang ditutupinya.

“Apakah masih ada yang saudara tutupi?” tanya ketua majelis hakim Eko Aryanto.

“Tidak ada Yang Mulia, bahwa yang kami lakukan adalah,” ujar Riza yang dipotong hakim.

“Ya sudah kalau Saudara nggak mau terbuka,” ujar hakim.

“Izin Yang Mulia, saya sudah sampaikan tadi, sejak tahun 2017 kami mengeluarkan instruksi pengamanan aset dan program SHP. Itu adalah salah satu upaya PT Timah untuk memastikan bijih yang ada di IUP PT Timah masuk ke PT Timah dan itu terbukti di tahun 2019, seperti yang saya sampaikan tadi, logam yang diekspor PT Timah itu tertinggi dalam sejarah,” jawab Riza.

Simak Video ‘Makna Tersirat di Balik Tampilan Modis Harvey Moeis di Persidangan’:

[Gambas:Video 20detik]

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Membagikan
Exit mobile version