
Bogor –
Hibisc Puncak Bogor menjadi topik pembicaraan setelah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memutuskan untuk membongkar tempat wisata tersebut. Nasib pegawai aman.
Taman rekreasi yang dikelola oleh Jaswita Lestari Jaya (JLJ) telah mengantongi izin mengelola kawasan seluas 4.800 meter persegi. Namun faktanya, area rekreasi telah meluas mencapai 15.000 meter persegi.
Pembongkaran dilakukan pada Kamis (6/3) atas perintah langsung Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Namun, kericuhan sempat terjadi antara warga yang setuju untuk membongkar dan pegawai tempat wisata. Mereka kehilangan mata pencaharian.
Melihat ini, Dedi Mulyadi bergegas untuk datang ke Hibisc Puncak Bogor. Lewat akun TikToknya, Dedi mengajak karyawan berkumpul untuk membahas gaji pekerja.
“Ini gaji tetap dibayar sampai 27 Maret,” ujar Dedi dibalas dengan teriakan setuju oleh pekerja tempat wisata.
Dalam bahasa sunda, Dedi meminta agar pekerja tempat wisata berganti pekerjaan setelah bulan ramadan, yaitu menanam pohon di Puncak.
“Supaya tanahnya hijau, kalau puncaknya hijau rakyatnya juga hijau,” ungkapnya.
Gubernur Jawa Barat itu juga melontarkan candaan.
“Ini dibongkar gapapa ini?” tanyanya. Wajah pegawai yang tersorot kamera terlihat masih menyisakan kecewa, namun mengiyakan pertanyaan tersebut.
Dedi sedikit menyinggung dampak pembangunan tempat wisata itu. Ia menjelaskan bahwa hutan yang gundul akan mengakibatkan banjir, seperti yang sedang terjadi saat ini di beberapa wilayah, termasuk Jawa Barat.
Sebelum pembongkaran, Dedi menjelaskan bahwa penertiban alih fungsi lahan di kawasan Puncak Bogor tidak akan pandang bulu. Meskipun Hibisc adalah tempat wisata yang merupakan salah satu unit bisnis dari BUMD Jabar, namun jika kedapatan melanggar, penindakan harus dilakukan.
Dedi juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat di kawasan puncak terkait adanya alih fungsi lahan yang seharusnya tidak terjadi. Dia memastikan, pemerintah akan berupaya mengembalikan kawasan puncak sesuai peruntukannya.
“Saya minta maaf sebagai perwakilan Pemda Provinsi Jabar, karena melalui BUMD yang bernama Jaswita itu membuka areal wisata di kawasan perkebunan. Itu menjadi keriuhan di masyarakat karena ada bangunan liar roboh dan masuk sungai. Kita bongkar kalau memang melanggar aturan,” ujarnya.
(bnl/wsw)