![](https://i1.wp.com/awsimages.detik.net.id/api/wm/2025/02/05/kereta-api-di-kyoto_169.jpeg?wid=54&w=650&v=1&t=jpeg&w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kyoto –
Kyoto berjibaku menghadapi overtourism atau wisata berlebihan sejak lama. Kini, masalah baru yang harus dihadapi adalah kelakuan turis-turis bikin kereta api terlambat.
Dikutip dari SoraNews24, Rabu (5/2/2025), peristiwa itu terjadi pada 26 Januari. Kala itu, sekelompok turis berjalan melewati perlintasan di dekat kuil Fushimi Inari Taisha yang terkenal. Saat itu alarm tanda kedatangan kereta sudah berbunyi, tiang-tiang penghalang jalan telah turun secara otomatis.
Namun, sekelompok turis ini tampak abai. Mereka masih asyik berjalan di atas rel saat tiang-tiang yang mencegah orang-orang untuk masuk, telah turun.
Melihat ini, petugas stasiun tak mau ambil risiko. Tombol darurat ditekan, sehingga masinis kereta yang datang tahu bahwa ia harus menghentikan kereta.
Akibatnya, kereta tertunda sekitar 20 menit dan mengganggu penumpang lain.
Tindakan staf stasiun mencegah potensi kecelakaan besar, ia patut dipuji. Namun warga Kyoto tak lagi bangga, pasalnya kepadatan turis di kota itu membuat hal serupa kerap terjadi. Wisatawan dapat menghalangi fungsi penyeberangan beberapa kali setiap minggu.
Menurut laporan, kemacetan yang terjadi di sini pada tanggal 26 Januari sangat parah karena bukan hanya satu kelompok tetapi dua kelompok yang mencoba menyeberang, masing-masing dari kedua sisi, pada saat yang sama. Alih-alih tetap berada di satu sisi jalan, para turis di kedua sisi jalan berjalan bebas menyeberang, saling bertabrakan saat menyeberang, menyebabkan kebingungan yang membuat hampir mustahil untuk menyeberang dengan aman ke sisi lain.
Bukan hanya orang-orang yang menyeberang di sini, karena kendaraan biasa juga berbagi jalan sempit. Ketika kerumunan seperti ini berkumpul, mobil menjadi sulit untuk menyeberang, seperti yang dibuktikan dalam laporan di atas, di mana sebuah taksi terlihat nyaris tidak berhasil mencapai sisi lain persimpangan sebelum tiang itu jatuh di bagasi kendaraan.
Dengan masalah yang terjadi di perlintasan kereta api beberapa kali seminggu, ini adalah masalah yang jelas perlu ditangani. Sementara beberapa orang mungkin berpendapat bahwa Kota Kyoto harus mempekerjakan petugas keamanan di lokasi tersebut secara penuh waktu, dengan begitu banyak tempat wisata populer yang tersebar di sekitar area tersebut, hanya ada sedikit yang dapat dilakukan kota tersebut.
Saat ini, Kyoto mengharapkan adanya diskusi terbuka antara pemerintah kota, operator kereta api, dan pemandu wisata, agar dapat memberikan solusi efektif. Komunikasi yang jelas antara semua pihak dapat menghasilkan kelompok wisata yang lebih siap untuk mengatur waktu penyeberangan mereka guna menghindari kereta yang lewat, yang mengarah pada kompromi yang menyenangkan bagi semua pihak yang terlibat.
(bnl/fem)