Kamis, Oktober 17


Jakarta

Majelis hakim mengesampingkan pembelaan hakim agung nonaktif Gazalba Saleh yang belum memasukkan sejumlah aset dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Hakim menyatakan Gazalba sengaja tak memasukkan sejumlah aset itu dalam LHKPN untuk menyembunyikan uang hasil korupsi.

“Menimbang atas pembelaan Terdakwa tersebut, majelis tidak sependapat dengan pertimbangan bahwa Terdakwa tidak memasukkan pembelian aset-aset ke dalam laporan LHKPN adalah merupakan cara Terdakwa menyembunyikan uang hasil tindak pidana korupsi selaku penyelenggara negara sebagai hakim agung,” kata ketua majelis hakim Fahzal Hendri saat membacakan pertimbangan vonis Gazalba Saleh di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (15/10/2024).

Hakim meyakini Gazalba sengaja tak memasukkan pembelian sejumlah aset hasil uang korupsi tersebut. Sebab, kata hakim, jika pembelian aset itu dimasukkan ke LHKPN, KPK akan menyelidiki sumber uangnya.


“Karena nilainya cukup besar dan, apabila dilaporkan dalam LHKPN penambahan aset nilainya tidak wajar, maka KPK akan menyelidiki dari mana harta Terdakwa yang dipergunakan untuk pembelian aset-aset tersebut,” kata hakim.

“Pembelian aset-aset Terdakwa tidak dimasukkan dalam LHKPN adalah kesengajaan dari Terdakwa agar tidak diketahui oleh KPK oleh karena itu pembelaan Terdakwa dikesampingkan,” tambah hakim.

Diketahui, hakim agung nonaktif Gazalba Saleh divonis 10 tahun penjara. Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Gazalba terbukti menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Gazalba Saleh oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun,” kata ketua majelis hakim saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (15/10/2024).

Hakim menyatakan Gazalba terbukti menerima gratifikasi Rp 500 juta dari Jawahirul Fuad terkait pengurusan kasasi. Hakim juga menyatakan Gazalba menerima bagian dari Rp 37 miliar yang diberikan pengacara Jaffar Abdul Gaffar, Neshawaty, terkait pengurusan PK Jaffar.

Uang itu, menurut hakim, disamarkan Gazalba lewat TPPU. Gazalba pun dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan.

Hakim menyatakan Gazalba terbukti bersalah melanggar Pasal 12 B UU Tipikor dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

(mib/yld)

Membagikan
Exit mobile version