Senin, September 23

Jakarta

Polusi plastik tak bisa hilang begitu saja. Mikroplastik, serpihan-serpihan kecil polusi plastik ini, sebelumnya telah muncul di paru-paru manusia, bebatuan purba, feses bayi, dan air minum kemasan. Sebuah studi baru mengungkap sejauh mana mereka juga menyusup ke otak.

Tim ilmuwan internasional mengamati bulbus olfaktorius, massa jaringan otak yang menyerap informasi bau dari hidung, pada 15 manusia yang telah meninggal. Studi mereka menemukan keberadaan mikroplastik pada delapan jasad di antaranya.

Para peneliti sebelumnya telah menemukan mikroplastik dalam gumpalan darah otak, tetapi penelitian yang telah dirilis di JAMA Network Open ini merupakan studi pertama yang dipublikasikan yang mendeteksi material tersebut di jaringan otak yang sebenarnya. Penelitian serupa lainnya kini sedang dalam tahap tinjauan sejawat.


“Meskipun mikroplastik telah terdeteksi di berbagai jaringan manusia, keberadaannya di otak manusia belum terdokumentasikan, sehingga menimbulkan pertanyaan penting tentang potensi efek neurotoksik dan mekanisme yang memungkinkan mikroplastik mencapai jaringan otak,” tulis para peneliti dalam makalah yang mereka terbitkan, dikutip dari Science Alert.

Para peneliti mencatat bahwa partikel dan serat merupakan bentuk yang paling umum, dan polipropilena juga merupakan polimer yang paling umum ditemukan. Polipropilena merupakan salah satu plastik yang paling banyak digunakan, ditemukan dalam berbagai hal mulai dari kemasan hingga suku cadang mobil dan peralatan medis. Ukuran partikelnya berkisar antara 5,5 mikrometer hingga 26,4 mikrometer, tidak lebih dari seperempat lebar rata-rata rambut manusia.

Penelitian sebelumnya menemukan partikel polusi udara masuk ke jalur olfaktorius. Sedangkan penelitian terbaru ini menunjukkan bahwa mikroplastik dapat menggunakan rute yang sama ke otak, melalui lubang-lubang kecil di lempeng cribiform, tepat di bawah bulbus olfaktorius.

“Identifikasi mikroplastik di hidung dan sekarang di bulbus olfaktorius, bersama dengan jalur anatomi yang rentan, memperkuat gagasan bahwa jalur olfaktorius merupakan tempat masuk yang penting bagi partikel eksogen ke otak,” tulis para peneliti.

Terlepas dari semua risiko dan dampak kesehatan ini, kita tampaknya tidak dapat mengurangi ketergantungan kita pada bahan plastik. Meskipun ada upaya berkelanjutan untuk memproduksi plastik yang lebih mudah terurai secara hayati, faktanya produksi plastik telah berlipat ganda dalam 20 tahun terakhir.

Yang belum jelas adalah kerusakan apa yang dapat ditimbulkan oleh mikroplastik ini terhadap kesehatan manusia itu sendiri. Namun yang jelas, peningkatan konsentrasi bahan sintetis di dalam otak bukanlah kabar baik. Kerusakan neuron dan peningkatan risiko gangguan neuronal mungkin terjadi, berdasarkan penelitian terkini.

Ada juga hubungan dengan hidung yang perlu dipertimbangkan. Hubungan antara polusi udara dan masalah kognitif telah diketahui dengan baik, dan jika mikroplastik masuk ke saluran hidung kita, kemungkinan besar keadaan akan menjadi lebih buruk.

“Beberapa penyakit neurodegeneratif, seperti penyakit Parkinson, tampaknya memiliki hubungan dengan kelainan hidung sebagai gejala awal,” tulis para peneliti.

(rns/rns)

Membagikan
Exit mobile version