Selasa, Maret 18

Jakarta

Garam himalaya merupakan jenis garam merah muda yang berasal dari Pakistan, tepatnya di wilayah Punjab dekat kaki bukit Himalaya. Kini, garam ini telah ada di mana-mana dan bisa dengan mudah dibeli di toko kelontong.

Garam ini dikenal dengan kandungan mineral alaminya, dan jadi salah satu garam yang lebih sehat dibandingkan garam biasa. Namun, tetap ada risiko efek samping yang disebabkan oleh garam himalaya. Simak penjelasannya di bawah ini.

Efek Samping Garam Himalaya

Dikutip dari laman kesehatan WebMD, pada dasarnya garam himalaya mengandung risiko yang sama seperti jenis natrium makanan lain. Berikut adalah beberapa kemungkinan efek samping dari garam himalaya jika terlalu banyak dikonsumsi:


  • Hipertensi: Mengkonsumsi natrium seperti garam himalaya bisa menyebabkan hipertensi (tekanan darah tinggi).
  • Penyakit jantung: Karena tekanan darah tinggi menjadi salah satu penyebab penyakit kardiovaskular. Hal ini seiring waktu bisa menyebabkan gagal jantung, stroke, dan serangan jantung.
  • Kanker: Ada penelitian yang mengaitkan konsumsi terlalu banyak natrium bisa meningkatkan risiko kanker perut.
  • Komplikasi osteoporosis: Akan banyak kalsium yang dikeluarkan tubuh melalui urine, akibat semakin banyaknya garam yang kita konsumsi. Hal ini akan membuat pengidap osteoporosis perlu menjalankan diet rendah garam untuk mencegah hilangnya kalsium.
  • Masalah ginjal: Natrium yang terlalu banyak akan meningkatkan risiko penyakit ginjal kronis atau Chronic kidney disease (CKD). Pastikan berkonsultasi ke dokter, karena ia akan memberikan panduan mengenai berapa banyak natrium yang aman untuk tubuh.

Garam Himalaya Pernah Dilarang Dikonsumsi karena Tidak Sesuai SNI

Apakah garam himalaya dilarang? Dilansir situs Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag), pada Juli 2020 Kemendag lewat Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) pernah memusnahkan 2,5 ton garam himalaya yang melanggar ketentuan, yakni melanggar ketentuan izin dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Saat itu ditemukan perdagangan garam himalaya yang diperuntukkan sebagai bahan baku industri, tapi dijual bebas di ritel modern dan toko online sebagai garam konsumsi. Di mana, syarat sebagai garam konsumsi harus memenuhi ketentuan SNI.

“Kemendag belum pernah menerbitkan izin impor garam himalaya untuk konsumsi, apalagi garam tersebut kemudian dijual sebagai garam konsumsi tanpa dilengkapi SNI. Karena itu, garam himalaya tersebut kami tarik dari peredaran untuk dimusnahkan. ” tegas Mendang pada kala itu, dikutip dari siaran pers Kemendag pada 22 Juli 2020.

(khq/fds)

Membagikan
Exit mobile version