Kamis, Oktober 31


Jakarta

Keberadaan Finns Beach Club di Canggu, Bali disorot karena tidak mematuhi aturan sempadan pantai. Izin pemerintah dipertanyakan.

Kasus itu menyoroti potensi pelanggaran wilayah yang kerap diabaikan dalam praktik industri pariwisata di Bali. Sempadan pantai merupakan zona penyangga yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat adat Bali yang memiliki nilai spiritual dan tradisi budaya yang tinggi.

Munculnya bangunan komersial seperti beach club di kawasan ini memicu kekhawatiran mengenai penguasaan lahan dan penggunaan wilayah pantai.


Tody Utama, seorang pakar hukum adat dari Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan pembangunan Finns Beach Club di sempadan pantai itu menunjukkan tumpang tindih pengelolaan ruang antara masyarakat adat, negara, dan industri pariwisata dalam mengelola wilayah pesisir.

“Kasus pengelolaan sempadan pantai menjadi contoh bagaimana pesisir menjadi ruang yang diperebutkan baik oleh negara, industri pariwisata, dan juga masyarakat adat,” ungkapnya dalam perbincangan dengan detikTravel, Senin (28/10/2024).

Menurut Tody, meskipun sempadan pantai secara normatif berada di bawah penguasaan negara, dalam praktiknya masyarakat adat seringkali terlibat dalam pengelolaan wilayah ini. Pengaturan itu menjadi semakin rumit karena Peraturan Daerah (Perda) Desa Adat Bali yang memberikan wewenang kepada desa adat untuk mengelola wilayahnya, termasuk pantai, diakui secara formal oleh pemerintah. Artinya, secara hukum, desa adat memiliki hak atas kawasan pesisir yang berada dalam pengelolaan mereka.

Keberadaan Finns Beach Club yang beroperasi dengan izin pemerintah menunjukkan bahwa negara juga memiliki kontrol signifikan atas wilayah pesisir.

Tody mengatakan bahwa pemerintah perlu mengkaji ulang izin operasional yang diberikan kepada beach club, terutama yang berada di wilayah pesisir.

Pemerintah harus mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari keberadaan beach club terhadap masyarakat adat setempat. Apalagi, belum lama ini terjadi ketidaksepakatan pemilik beach club dengan warga adat karena adanya pesta kembang api saat warga melaksanakan ritual.

Perwakilan beach club menolak usulan warga untuk menunda pelaksanaan kembang api selama 30 menit agar warga dapat melakukan ritual dengan tenang. Masyarakat adat Bali menganggap keberadaan beach club di wilayah sempadan pantai sebagai ancaman terhadap nilai-nilai budaya mereka.

Sempadan pantai tidak hanya dianggap sebagai wilayah umum, tetapi juga sebagai area sakral yang memiliki makna spiritual mendalam. Oleh karena itu, adanya bangunan komersial seperti beach club dianggap mengganggu keharmonisan adat setempat.

Tody mengatakan solusi terbaik untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengadakan musyawarah bipartit antara desa adat dan pengelola beach club.

“Dalam kasus semacam ini, tentu akan lebih baik jika musyawarah bipartit antara desa adat dan pihak beach club bisa di upayakan. Namun Jika hal tersebut tidak bisa di lakukan, maka pemerintah perlu step-in dan berperan menjadi wasit yang baik untuk memastikan keadilan bagi kedua belah pihak. ” ungkap Tody.

Finns Beach Club, yang beroperasi berdasarkan izin pemerintah, juga harus memperhatikan dampak operasional mereka terhadap lingkungan dan budaya setempat. Dengan meningkatnya ketegangan antara pihak adat dan beach club, pemerintah daerah diharapkan untuk turun tangan dan memastikan bahwa aturan sempadan pantai dijalankan .

Masyarakat Bali berharap bahwa keberadaan beach club seperti Finns tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan adat setempat. Kesepakatan yang melibatkan masyarakat adat, pemerintah, dan pengelola usaha diharapkan dapat menjembatani perbedaan ini. Jika tidak, konflik ini dikhawatirkan akan mempengaruhi citra Bali sebagai destinasi wisata yang mengutamakan nilai budaya dan harmoni lingkungan.

Melalui pengawasan ketat dan pendekatan kolaboratif, diharapkan semua pihak dapat menjaga kelestarian sempadan pantai di Bali. Pemerintah diharapkan tidak hanya berfungsi sebagai pemberi izin, tetapi juga sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keberlanjutan kawasan pesisir di Bali.

Kasus Finns Beach Club ini menjadi pengingat pentingnya regulasi yang tegas untuk memastikan bahwa industri pariwisata dapat berjalan beriringan dengan penghormatan terhadap nilai-nilai adat dan kelestarian lingkungan di Bali.

(fem/fem)

Membagikan
Exit mobile version