Minggu, Maret 9


Jakarta

Momen Ramadan kali ini tidak segesit tahun-tahun sebelumnya dalam hal pertumbuhan belanja masyarakat. Menurut data yang dihimpun oleh CNBC Indonesia, tabungan masyarakat yang makin terkuras juga jadi sebab melemahnya nilai belanja masyarakat di satu minggu menjelang Ramadan, terutama bagi masyarakat kalangan bawah.

Pola penurunan belanja masyarakat menjelang Ramadan ini dinilai tak lazim. Hal ini terakhir terjadi pada Maret lima tahun lalu yang jadi momentum awal pandemi Covid-19 di Indonesia, dan menyebabkan pelambatan belanja masyarakat. Kini, belanja masyarakat sebesar hampir 40% lebih terfokus pada kebutuhan pokok.

Merespons hal ini, pengamat senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan pertumbuhan di sektor lain selain makanan, misalnya sektor sandang, juga tampak lesu. Meskipun secara month to month per (mtm) Maret 2025 ini tampak ada pertumbuhan.


“Sekarang mulai positif, tapi tidak terlalu tinggi. Tidak langsung mencuat angkanya. Kalau kita lihat secara year on year (yoy), memang agak terjadi pelambatan. Tapi kalau month to month-nya agak membaik. Mungkin mereka siapkan untuk kebutuhan Lebaran, walaupun mungkin dalam jumlah dan harga yang lebih terjangkau,” ucap Tauhid melalui sambungan telepon dengan detikcom, Sabtu (8/3/2025).

Hal ini juga sebagian besar, kata Tauhid, dipantik oleh simpanan atau tabungan masyarakat yang kian melesu. Tauhid bilang, masyarakat sudah benar-benar ada dalam fenomena makan tabungan, atau yang kerap kita dengar dengan istilah ‘mantab’.

“Karena sebagian besar, mungkin kalau kita lihat data-data dari indeks simpanan, saya lagi cek juga datanya. Itu simpanan tabungan masyarakat agak terjadi penurunan. Jadi, mereka sudah benar-benar mantab,” tegas Tauhid.

Kendati demikian, jika masyarakat sudah jelas bertumpu pada tabungannya yang terus tergerus, Tauhid bilang secara otomatis konsekuensi dari situasi ini adalah menurunnya konsumsi.

“Kalau tabungan naik, berarti konsumsi stabil, investasi juga ikut naik. Tapi kalau tabungan turun, biasa larinya ke konsumsi. Jadi, situasinya seperti itu,” tambahnya.

Selain itu, Tauhid menjelaskan, uang dari tunjangan hari raya (THR) jarang digunakan untuk tabungan atau investasi. Pola kebiasaan masyarakat Indonesia, menurut Tauhid, momentum menabungnya ada di kisaran Juni-Juli untuk persiapan kebutuhan sekolah. Biasanya, THR cenderung dihabiskan untuk momen Lebaran saja.

“Kalau ada yang THR-nya kurang, ataupun banyak yang tidak dapat THR atau katakanlah di bawah standar upah, banyak yang kemudian mengambil tabungan yang sudah disiapkan jauh-jauh hari,” tambahnya.

Tak Semeriah Tahun Lalu

Tauhid juga melihat, momentum Ramadan kali ini tidak se-“meriah” tahun kemarin dalam konteks pertumbuhan belanja masyarakat. Hal ini lantaran di tahun lalu juga dibarengi dengan pesta rakyat pemilihan umum (pemilu), namun tidak demikian di tahun ini.

“Kalau dibandingkan tahun lalu, rasanya tidak begitu (pertumbuhannya), ya. Karena tahun lalu ada momentum pemilu, dan sebagainya. Banyak bansos dan sebagainya. Sehingga, konsumsi masyarakat relatif baik,” katanya lebih lanjut.

Tauhid mengelaborasi, lantaran kondisi Ramadan kali ini ada di momen kasual yang tanpa hingar-bingar pemilu atau pesta politik, ini berdampak pada stimulus yang diberikan terhadap sektor konsumsi juga berkurang.

“Waktu itu masih ada pilkada (pemilihan kepala daerah), jadi ada uang yang beredar di masyarakat, lebih banyak lah. Sehingga konsumsinya mendorong growth. Saya kira ini yang bisa agak relatif lambat Tapi kalau secara intinya, memang pertumbuhan ini akan terbelah. Januari, Februari, Maret itu ‘kan di kuartal pertama,” katanya.

“Biasanya growth-nya itu kemungkinan tidak begitu tinggi. Tapi nanti di April, karena Lebaran ada spending di April lebih banyak, untuk Lebarannya itu biasanya lebih naik di kuartal kedua. Kalau kuartal pertama, trennya agak sedikit turun,” tutup Tauhid.

(ara/ara)

Membagikan
Exit mobile version