Minggu, Oktober 13

Jakarta

Dua singa jantan ini adalah pemakan manusia di masa silam. Mereka meneror dan memakan manusia pada tahun 1898 saat pembangunan jembatan kereta api di atas Sungai Tsavo di Kenya.

Kini, analisis genetik inovatif terhadap rambut yang terperangkap di dalam rongga gigi mereka yang patah, mengungkap wawasan baru tentang mangsa yang pernah diburu oleh para pemakan manusia Tsavo itu.

Kisah nyata mengerikan singa itu, menyerbu tenda di malam hari dan menyeret korban ke semak, menginspirasi film dan buku. Banyak penelitian untuk memahami apa yang mendorong mereka memangsa manusia.


Singa itu menewaskan sedikitnya 28 orang, termasuk mereka yang bekerja dalam pembangunan Kereta Api Kenya-Uganda sejak April 1898 sebelum Letkol John Henry Patterson menembaknya. Patterson menjualnya tahun 1925 ke Museum Sejarah Alam Chicago, tempat mereka berada hingga kini.

Thomas Gnoske, manajer koleksi di museum, pertama kali menemukan ribuan helai rambut terperangkap di gigi singa saat memeriksa tengkoraknya tahun 1990-an. Kini, Gnoske dan rekannya di Kenya, di Field Museum, dan University of Illinois Urbana-Champaign berhasil mengisolasi helai rambut dan gumpalan rambut padat di rongga gigi dan mengekstrak DNA.

Terungkap duo singa menjelajah lebih jauh dari yang diperkirakan. Penelitian tersebut dipublikasikan di jurnal Current Biology. “Bagian penting penelitian ini adalah membuat metode mengekstrak dan analisis DNA sehelai rambut spesies mangsa yang ditemukan di gigi spesimen,” kata periset Alida de Flamingh dari University of Illinois Urbana-Champaign.

“Analisis kami menunjukkan singa Tsavo memangsa jerapah, manusia, oryx, waterbuck, wildebeest, dan zebra, dan kami juga mengidentifikasi rambut yang berasal dari singa. Metode ini dapat diopakai dalam banyak cara dan kami harap peneliti lain akan menerapkannya untuk mempelajari DNA mangsa dari tengkorak dan gigi hewan lain,” jelasnya, dikutip detikINET dari CNN.

Gnoske menemukan kedua singa adalah jantan dewasa, meski keduanya tidak memiliki surai khas. Tidak adanya surai pada singa jantan dewasa merupakan hal umum dan dapat terjadi terkait lingkungan dan iklim, cedera, dan faktor-faktor lain.

Kondisi gigi singa yang rusak mungkin berperan dalam mengapa mereka beralih menyerang dan memakan manusia. Salah satu singa mungkin mengalami kerusakan akibat tendangan atau pukulan dari kerbau atau zebra, mengakibatkan ketidakmampuan berburu mangsa normal secara efisien.

Singa-singa tersebut mengalami banyak cedera gigi, termasuk gigi taring patah sebagian, yang memungkinkan lapisan rambut dari mangsanya menumpuk seiring waktu.

(fyk/fyk)

Membagikan
Exit mobile version