Jumat, September 27


Jakarta

Sebanyak 14 BUMN sakit masih menjadi ‘pasien’ PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), dan nasibnya ditentukan di pemerintahan Prabowo Subianto.

Di sisi lain, Direktur Investasi PT PPA Ridha Farid mengatakan pihaknya tidak bisa langsung menentukan pembubaran atau likuidasi perusahaan pelat merah yang sakit.

“Target waktu kami belum bisa tentukan. Karena gini, kami ini kan mendapatkan mandat dari Menteri. Tentunya hasil kajian kami kan kami harus laporkan dulu ke Menteri. Bukan kami memutuskan. Jadi memang kita nggak boleh langsung, ini nggak bisa,” terang Ridha saat ditemui di Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat (27/9/2024).


Saat ditanya mengenai kajian tersebut berlanjut di era Prabowo, dia mengatakan prinsip pemerintahan baru nanti adalah keberlanjutan. Oleh sebab itu siapapun Menteri BUMN selanjutnya PPA akan melaporkan kajian tersebut.

“Semangatnya keberlanjutan sih pasti. Artinya siapapun nanti menterinya ya keberlanjutan tadi. Masalah nanti siapapun menterinya tentukan tugas kami melaporkan apapun hasil kajian PPA. Siapapun menterinya ya. Artinya kalau kajiannya sudah ini, roadmap-nya sudah ajeg, kita akan laporkan seperti apa,” jelas Ridha.

Sebelumnya, Direktur Utama Danareksa Yadi Jaya Ruchandi mengungkap kondisi 22 BUMN sakit yang ditangani oleh PPA. Menurut Yadi, sebanyak 8 BUMN diputuskan dibubarkan, 4 masih dapat diselamatkan, 4 lainnya perlu penanganan lebih lanjut, dan 6 BUMN masuk potensi operasi minimum.

Menurut Yadi, BUMN yang masuk penanganan potensi operasi minimum pada akhirnya dapat diberhentikan. Opsinya bisa melalui likuidasi atau lewat pembubaran.

“Yang potensi minimum operation more likely itu akan disetop, apakah lewat likuidasi, atau lewat pembubaran BUMN. Sebenarnya ke sana ujungnya. Sebetulnya ada yang masih 50-50 yang perlu penanganan lebih lanjut, itu seperti PT Inti dan Djakarta Lloyd ” katanya.

(hns/hns)

Membagikan
Exit mobile version