Selasa, Oktober 1

Jakarta

Di era digital, platform seperti podcast dan Instagram menjadi alat penting untuk menyampaikan pendapat dan kritik. Kedua platform digital tersebut menjadi medium baru yang banyak digunakan untuk menyampaikan kritik, baik sosial maupun budaya.

Platform seperti podcast dan Instagram menjadi medium yang efektif untuk menyampaikan gagasan dengan cara yang inovatif dan kreatif. Namun, tantangan utama bagi kreator konten adalah bagaimana menavigasi ruang digital yang penuh risiko sambil tetap mempertahankan integritas dan kualitas karya mereka.

Hal itu dibahas oleh Andriy Hadinata (Podcaster at Ecommurz), Daniel Limantara (Founder Neo Historia Indonesia), dan Errik Irwan (Kreator of Gump n Hell), dalam satu sesi untuk membahas fenomena cancel culture di IdeaFest 2024.


Errik Irwan yang merupakan Kreator of Gump n Hell adalah salah satu yang memanfaatkan platform digital dalam mengungkapkan ekspresinya. Dalam hal ini, Errik mengungkapkan bahwa humor adalah cara terbaik untuk menghadapi kritik, terutama ketika menyangkut isu yang sensitif.

Disampaikannya, humor dianggap lebih efektif dalam menyampaikan kritik tanpa membuat pihak yang dikritik merasa tersinggung secara langsung.

“Kita bikin itu jadi hiburan, jadi meme. Jadinya ketika orang mau marah, ya lucu juga gimana ya,” ungkap di Jakarta Convention Center, Sabtu (28/9/2024).

Begitu juga yang dirasakan Daniel Limantara dari Neo Historia Indonesia. Ia berbagi pengalamannya terkait kritik yang mereka terima di platform sosial media. Daniel mengatakan konten sejarah yang mereka angkat sering kali mendapat kritik tajam, salah satunya dari para ahli sejarah karena dianggap tidak memiliki legitimasi akademis yang kuat.

“Kalau dari pengalaman Neo Historia sendiri, ketika kita membahas soal sejarah dan ternyata salah satu kontributornya mengambil referensi yang menurut sejarawan tidak punya legitimasi. Kemudian, ya kena lah. Dibilang, Ah, Neo Historia ini nggak bisa dipercaya. Jangan pernah percaya lagi dalam konten-konten yang di-publish,'” Daniel memberi pernyataan

Namun, kritik tersebut dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi mereka untuk memperbaiki kualitas konten. Menurut Daniel, yang terpenting adalah cara mereka merespons kritik tersebut.

“Kunci dari kritik dan cancel adalah bagaimana kita merespons kritik dan cancel yang masuk. Kita respon dengan progres,” tambah Daniel.

Sementara itu, Podcaster at Ecommurz Andriy Hadinata menyoroti pentingnya self-censorship atau penyensoran diri ketika menciptakan konten, terutama di media sosial. Menurutnya, setiap kreator harus memahami batasan etika dan hukum, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Yang paling aman sih, jangan sebut nama secara eksklusif,” katanya.

Semua pembicara sepakat bahwa kritik adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kreator konten di era digital. Mereka juga menekankan pentingnya kebebasan berpendapat, tetapi dengan tetap mempertimbangkan dampak dari setiap pernyataan yang disampaikan.

*Artikel ini ditulis oleh Dita Aliccia Armadani, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

(agt/agt)

Membagikan
Exit mobile version