Selasa, Oktober 22

Jakarta

Keberadaan kelelawar raksasa yang berkeliaran di langit mungkin terdengar menakutkan. Untungnya, jenis spesies megabat ini bertahan hidup bukan dengan menghisap darah seperti vampir melainkan dengan pola makan vegan buah-buahan.

Meskipun demikian, ukuran kelelawar yang dijuluki Golden-Crowned Flying Fox ini selalu membuat orang yang melihatnya takjub. Sejumlah penampakannya yang viral di media sosial pun kerap mengundang komentar netizen yang tidak percaya besar kelelawar ini nyaris sebesar manusia.

Merupakan endemik di hutan Filipina, Golden-Crowned Flying Fox yang sangat besar ini merupakan kelelawar terbesar di dunia dengan lebar sayap saat direntangkan mencapai 1,5 meter, bobot 1,2 kg, dan koloninya dapat berjumlah hingga 10 ribu kelelawar.


Foto: All That’s Interesting

Dikutip dari All Thats Interesting, kelelawar ini sebenarnya tidak menimbulkan bahaya pada manusia. Namun justru perburuan manusia dan penggundulan hutan secara langsung membahayakan eksistensi spesies tersebut.

Meski sayapnya lebar, tubuh kelelawar ini sebenarnya kecil. Ukurannya bervariasi antara 10-27 cm. Makanan utama makhluk herbivora dengan nama ilmiah Acerodon jubatus ini bergantung pada buah-buahan dan biasanya mencari makan apa pun saat senja mulai dari buah ara hingga daun ficus.

Konsumsi makanannya sekitar sepertiga dari berat tubuhnya setiap malam. Pada siang hari, ia tidur dan bertengger di antara rumpun besar bersama rekan-rekannya di puncak pohon.

Kelelawar ini termasuk hewan cerdas, sebanding dengan anjing peliharaan. Dalam sebuah penelitian, Golden-Crowned Flying Fox dilatih untuk menarik tuas untuk mendapatkan makanan. Cara ini dapat mereka ingat sekitar tiga setengah tahun kemudian.

Tidak seperti kebanyakan kelelawar lainnya, Golden-Crowned Flying Fox tidak mengandalkan ekolokasi untuk bergerak. Makhluk-makhluk ini menggunakan indra penglihatan dan penciuman mereka untuk terbang di sekitar langit dengan sangat baik. Selain itu, mereka sebenarnya cukup bermanfaat bagi lingkungan secara luas.

Pola makan berbasis buah pada Golden-Crowned Flying Fox membantu memperbanyak lebih banyak tanaman yang mereka makan. Setelah makan, rubah terbang menyebarkan kembali biji ara dalam kotorannya ke seluruh hutan, sehinggamembantu pohon ara baru bertunas.

Sayangnya, sementara kelelawar terbesar di dunia ini berperan dalam reboisasi, perbuatan manusia justru bekerja dua kali lebih keras dalam penggundulan hutan.

Foto: All That’s Interesting

Perburuan dan Habitat Megabat

Ada 79 spesies kelelawar yang terdaftar di Filipina, 26 di antaranya adalah megabat. Sebagai kelelawar terbesar di dunia, Golden-Crowned Flying Fox secara alami mengalahkan jenis kelelawar lain dalam hal ukuran.

Genusnya mencakup empat spesies megabat lain di Asia Tenggara, meski hanya Golden-Crowned Flying Fox satu-satunya yang tersebar di Filipina. Ancaman utama mereka yaitu penggundulan hutan dan perburuan untuk mendapatkan keuntungan.

Saat dibiarkan sendiri, kelelawar ini tidak menghindar dari aktivitas manusia. Mereka umumnya dapat ditemukan di hutan dekat desa atau kota berpenduduk, asalkan undang-undang yang melarang perburuan mereka dipatuhi dan aktivitas industri minimal.

Di sisi lain, gangguan dan aktivitas perburuan yang tinggi membuat hewan-hewan ini mundur ke hutan lebat untuk bertengger di lereng yang sulit diakses. Selanjutnya, yang terjadi adalah perambahan terus-menerus pada habitat hewan ini telah membuatnya hampir menghilang.

Lebih dari 90% hutan tua di Filipina telah dihancurkan, memaksa spesies tersebut untuk meninggalkan tempat bertengger alaminya di beberapa pulau. Selain itu, warga lokal pun gemar berburu kelelawar untuk dijual, atau sekadar bentuk rekreasi.

Beberapa organisasi nirlaba berupaya mengatasi masalah itu. Bat Conservation International, misalnya, bekerja sama dengan dua organisasi non-pemerintah (LSM) Filipina, memiliki akses langsung ke unit pemerintah nasional dan lokal yang membantu pencegahan perburuan Golden-Crowned Flying Fox.

Di lapangan, beberapa komunitas lokal melindungi situs tempat kelelawar bersarang secara langsung, sementara yang lainnya bergerak dalam mendidik warga tentang pentingnya membantu spesies ini bertahan hidup.

Namun, kelelawar besar ini memang menimbulkan satu potensi ancaman, yakni membawa dan menularkan penyakit ke manusia. Namun, jika dibiarkan begitu saja, kemungkinan besar infeksi kelelawar ke manusia tidak akan terjadi.

International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan Golden-Crowned Flying Fox sebagai hewan terancam punah di 2016 setelah populasi kelelawar ini menurun hingga 50% dari 1986 ke 2016.

Meskipun spesies ini dilindungi oleh Undang-Undang Konservasi dan Perlindungan Sumber Daya Alam Liar Filipina tahun 2001, undang-undang ini tidak diberlakukan terlalu ketat. Dengan demikian, walaupun sebagian besar sarang hewan ini berada di dalam kawasan hutan lindung, nyatanya karena perburuan ilegal kelelawar Golden-Crowned Flying Fox terus berlanjut.

(rns/rns)

Membagikan
Exit mobile version