![](https://i3.wp.com/awsimages.detik.net.id/api/wm/2016/06/17/e3193246-fdbb-4b08-9928-eb77d340db04_169.jpg?wid=54&w=650&v=1&t=jpeg&w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jakarta –
Google telah menghapus janji untuk tidak menggunakan AI untuk aplikasi yang berpotensi berbahaya, seperti senjata dan pengawasan atau pengintaian. Prinsip AI raksasa teknologi itu diperbarui.
Versi sebelumnya dari prinsip AI perusahaan mengatakan mereka takkan mengejar senjata atau teknologi lain yang implementasi utamanya untuk menyebabkan atau secara langsung mengakibatkan cedera, serta teknologi pengawasan yang melanggar norma yang diterima internasional. Nah, tujuan tersebut tak lagi ditampilkan di situs web Prinsip AI-nya.
“Ada persaingan global untuk kepemimpinan AI dalam lanskap geopolitik yang makin kompleks. Kami percaya demokrasi harus memimpin dalam pengembangan AI, dipandu nilai-nilai inti seperti kebebasan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap HAM,” tulis Demis Hassabis, CEO Google DeepMind.
Prinsip perusahaan yang diperbarui mencerminkan ambisi Google menawarkan teknologi dan layanan AI-nya ke lebih banyak pengguna dan klien, termasuk pemerintah. Perubahan ini juga sejalan dengan meningkatnya perang AI antara AS dan China yang memanas.
Versi sebelumnya dari prinsip-prinsip AI perusahaan mengatakan Google akan mempertimbangkan berbagai faktor sosial dan ekonomi. Prinsip-prinsip AI yang baru menyatakan mereka akan mengembangkan AI jika manfaat secara keseluruhan melebihi risiko dan kerugian yang dapat diperkirakan.
Google menetapkan prinsip-prinsip AI-nya di 2018 setelah menolak memperbarui kontrak pemerintah yang disebut Project Maven, yang membantu pemerintah menganalisis dan menafsirkan video drone dengan AI. Sebelum mengakhiri kesepakatan, beberapa ribu karyawan menandatangani petisi dan puluhan mengundurkan diri sebagai bentuk penolakan terhadap keterlibatan Google.
Perusahaan tersebut juga menarik diri dari penawaran untuk kontrak cloud Pentagon senilai USD 10 miliar karena tidak yakin akan selaras dengan prinsip-prinsip AI perusahaan. Namun kini situasinya sudah berbeda karena alasan bisnis.
Sundar Pichai agresif mengejar kontrak pemerintah federal, memicu ketegangan dari pegawai Google yang vokal. “Kami percaya bahwa perusahaan, pemerintah, dan organisasi yang memiliki nilai-nilai yang sama harus bekerja sama untuk menciptakan AI yang melindungi orang, mendorong pertumbuhan global, dan mendukung keamanan nasional,” kata posting blog Google.
Tahun lalu, Google memberhentikan lebih dari 50 karyawan setelah serangkaian protes terhadap Project Nimbus, kontrak bersama senilai USD 1,2 miliar dengan Amazon yang menyediakan komputasi awan dan layanan AI bagi pemerintah dan militer Israel. Para eksekutif berulang kali mengatakan kontrak tersebut tidak melanggar prinsip AI perusahaan.
(fyk/fyk)