Senin, Oktober 21


Jakarta

Beach Club di Bali tengah disorot. Mereka ngotot menggelar pesta kembang api di saat warga Adat Bali mengadakan upacara agama Hindu. Begini duduk perkaranya:

Pesta kembang api di Pantai Berawa, Kuta Utara, Bali, menuai kontroversi. Finns Beach Clup menyalakan kembang api saat umat Hindu tengah melakukan upacara keagamaan di pantai itu.
Video detik-detik pesta kembang api di Pantai Berawa viral di media sosial.

Berdasarkan video yang beredar, kembang api meledak berkali-kali saat Ida Sulinggih sedang khusyuk melakukan puja di bale pamiosan. Umat yang hadir dalam upacara itu tak dapat berkutik sembari menatap cahaya kembang api yang meledak di depan mereka.


Meski begitu, Ida Sulinggih tetap merapal doa dan melanjutkan puja. Suara gentanya tenggelam akibat deru letusan kembang api. Suasana yang seharusnya hening justru menjadi ingar bingar. Terdengar pula electronic dance music (EDM) yang berdentum-dentum dari kejauhan.

Warga menyebut pesta kembang api di kelab itu dilakukan nyaris setiap hari. Warga setempat sudah menyampaikan kebaratan, namun tak digubris oleh pengelola tempat hiburan itu.

“Kami sempat sodorkan surat hasil rapat warga banjar adat yang menolak kembang api itu setiap hari. Tapi permohonan kami itu tidak pernah dihiraukan dan tetap menyalakan kembang api setiap hari,” ungkap Kelian Adat Berawa I Wayan Kumarayasa, Rabu (16/10/2024).

Beralasan Dapat Izin dari Polisi

Pesta kembang api di Pantai Berawa belakangan menjadi sorotan publik. Video pesta kembang api di kawasan wisata itu viral di media sosial lantaran digelar bersamaan dengan upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh umat Hindu setempat.

Kumarayasa menuturkan sejak lama warga mengeluhkan suara kembang api yang bising. Menurut dia, pengelola beach club berkukuh menyalakan kembang api di pantai dengan alasan sudah mendapat izin dari polisi.

“Setiap kami sampaikan ke pengelola terkait keluhan kami ini, kami selalu disodorkan surat. Surat itu bahwa pengelola sudah dapat izin dari kepolisian untuk kembang api itu. Kami bisa apa,” kata Kumarayasa.

Kumarayasa tidak tahu persis ada tidaknya komunikasi antara pengelola beach club dengan warga Banjar Adat Tegal Gundul, Canggu, saat menggelar upacara keagamaan di Pantai Berawa. Berdasarkan video yang beredar, tampak Ida Sulinggih sedang khusyuk melakukan puja di bale pamiosan di Pantai Berawa.

Beberapa saat kemudian, kembang api meletus berkali-kali dengan suara menggelegar dan cahaya gemerlapan. Umat yang hadir dalam upacara itu tak dapat berkutik sembari menatap cahaya kembang api meletus tak jauh di depan mereka.

Sementara itu, Ida Sulinggih tetap merapal mantra dan melanjutkan puja. Suara gentanya tenggelam akibat letusan kembang api yang mendesing berkali-kali. Lamat-lamat terdengar pula electronic dance music (EDM) berdentum-dentum dari kejauhan, pertanda para turis sedang berpesta.

Warga Mengeluh Suara Bising

Selain pesta kembang api yang kontroversial itu, warga juga mengeluh suara bising dari Finns Beach Club. Suara bising itu terdengar sampai dini hari.

“Musik juga mestinya nggak perlu sampai terdengar jelas keluar,” ungkap Kumarayasa.

Kumarayasa mengakui suara musik yang berdentum-dentum dari beach club sesekali terdengar jelas hingga ke rumah-rumah warga. Seharusnya, dia berujar, pengelola tempat hiburan menyesuaikan volume musik secukupnya agar warga tak terganggu.

“Maksud kami supaya musik itu dihidupkan sebatas di tempat lokasi saja. Tidak melebar keluar bunyi musiknya,” sebut dia.

Kumarayasa menyebut kondisi tersebut sebagai sebuah ironi. Di satu sisi masyarakat senang dengan kemajuan di desa mereka. Di sisi lain, mereka juga ingin agar pengelola tempat hiburan memperhatikan kenyamanan warga.

“Jarak dari rumah saya ke beberapa beach club ada sekitar 500 meter. Sampai jam 12 malam pun masih kedengaran jelas. Kalau bisa (volume) musiknya kecil lah,” pintanya.

PHDI Buka Suara

Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali I Nyoman Kenak menyesalkan pesta kembang api di salah satu beach club saat umat Hindu sedang menggelar upacara keagamaan di Pantai Berawa, Kuta Utara, Badung. PHDI Bali tengah menyelidiki panitia penyelenggara atraksi kembang api tersebut.

Kenak menyebut pesta kembang api saat umat Hindu sedang beribadah di Pantai Berawa sebagai bentuk pelecehan. “Paling tidak harus segera komunikasikan,” ujar Kenak, Rabu (16/10/2024).

Kenak menyadari kejadian tersebut merupakan risiko dari perkembangan pariwisata di Pulau Dewata. Menurutnya, penyelenggara seharusnya berkoordinasi dengan desa adat setempat sebelum mengadakan pesta kembang api di kawasan pariwisata tersebut. Terlebih waktunya bersamaan dengan prosesi keagamaan yang digelar oleh umat setempat.

“Kami meyakini setiap upacara keagamaan tentu berkoordinasi dengan desa adat dan pecalang, termasuk kawasan pariwisata,” imbuhnya.

PHDI Bali mendorong kasus tersebut agar diproses oleh kepolisian atau Satpol PP. “Dan tentu akan segera menindaklanjuti sesuai aturan,” pungkasnya.

Penyelenggara Pesta Kembang Api Bakal Dipanggil

Penjabat (Pj) Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya turut menyesalkan kejadian itu. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali pun segera memanggil penyelenggara pesta kembang api tersebut.

“Kami sangat menyesalkan atraksi kembang api di tengah-tengah pelaksanaan ritual agama Hindu. Sebagaimana video yang telah viral tersebut, sangat tidak pantas,” ujar Mahendra kepada detikBali, Rabu (16/10/2024).

Mahendra menjelaskan Satpol PP Provinsi Bali bakal memintai klarifikasi kepada sejumlah pihak terkait pesta kembang api tersebut. Ia menegaskan industri pariwisata di Bali dibangun berbasis budaya.

“Bukan karena ingar bingar seperti atraksi kembang api tersebut,” imbuh mantan Stafsus Kemendagri itu.

Sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali Grace Anastasia Surya Widjaja juga mengecam pesta kembang api tersebut. Grace mengungkapkan Bali dikenal sebagai daerah yang memiliki toleransi yang tinggi. Meski begitu, dia menyesalkan pesta kembang api itu digelar saat umat Hindu sedang beribadah.

“Jika itu memang unsur kesengajaan, sengaja dipasang saat umat Hindu mengadakan upacara, saya sangat mengutuk keras perbuatan semacam itu,” ujar Grace.

——-

Artikel ini telah naik di detikBali.

(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version