Kamis, Desember 26


Tangerang

Lion Group memiliki training center yang di dalamnya meliputi mesin simulator pesawat. Menariknya, selain dibuat begitu mirip, pilot yang dua kali gagal tes simulasi dilarang mengudara.

Mesin simulator pesawat tersebut tersedia di Lion Group Training Center (LGTC) di kawasan Lion Village Bandara Mas, Tangerang, Banten. Training center ini didirikan sejak tahun 2015.

Presiden Direktur Lion Air Group, Daniel Putut Kuncoro Adi, menyebut LGTC mempunyai fasilitas pelatihan dengan simulator seperti pesawat sungguhan yang digadang terbesar dan terbanyak se-Asia Tenggara.


Tampak mesin simulator pesawat di LGTC. (Weka Kanaka/detikcom)

LGTC memiliki 10 simulator pesawat yakni 5 simulator tipe Boeing 737 NG, tiga simulator Airbus 320, dan simulator ATR seri 72 600 dan 500. Masing-masing simulator ini memiliki nilai Rp 400 miliar.

“Jadi saya berani declare bahwa ini adalah simulator yang terbesar di Indonesia. Karena yang lainnya mungkin secara jumlah tidak seperti yg kami miliki di sini. Di Asia tenggara bahkan malahan,” kata Presiden Direktur Lion Group, Capt. Daniel Putut Kuncoro Adi, saat mengundang wartawan ke LGTC, Rabu (20/3/2024).

Lion Group Training Center, terdapat simulator pesawat bagi para pilot. (Weka Kanaka/detikcom)

Kendati hanya simulator, tetapi mesin ini tidak didesain untuk sekedar coba-coba, melainkan untuk uji terbang dalam pengambilan lisensi penerbangan. Selain itu, simulator ini tak hanya digunakan bagi calon pilot, tetapi juga bagi pilot yang perlu selalu mengikuti tes selama 6 bulan sekali.

“Jadi memang benar-benar dia (pilot) datang ke sini dan mempersiapkan dirinya seperti masuk ke dalam pesawat sesungguhnya. Semua prosedur, ceklis, regulasi, itu sama persis dengan di pesawat,” ujar Daniel.

Tampak dalam simulator pesawat Airbus di LGTC. (Weka Kanaka/detikcom)

Ia menyebut kondisi simulasi dibuat begitu mirip baik dari segi teknologi ataupun prosedur. Mulai dari sensasi penerbangan dan mendarat, hingga persiapan terbang kondisi badan ketika terbang.

“Kita sebagai lembaga training center akan ada mitigasi apabila mereka mau masuk ke simulator, atau sama dengan tugas. Mereka harus meng-assess dirinya, apakah cukup istirahat, apakah ada sakit, apakah lagi nggak enak badan, lebih baik di depan bicaranya,” ucapnya.

“Karena kalau anda masuk ke riilnya, risiko ditanggung sendiri. Itu kita punya formnya kita punya sistemnya, bahwa ‘kamu ready nggak untuk otw?’ Mereka pun pakai seragam di dalam,” dia menambahkan.

Menurutnya, ini dilakukan agar bisa memberikan gambaran secara riil kepada calon pilot ke kondisi terbang sesungguhnya. Selain itu, bagi calon pilot atau pilot yang gagal lulus dalam tes simulasi ini akan dilarang mengudara sementara waktu. Ini dimaksudkan untuk meminimalisasi kasus kecelakaan di penerbangan.

“Kalau salah sedikit, mereka akan mengulang. Kalau mengulang sekali tidak bisa atau mungkin sekali gagal, sudah tidak diteruskan. Karena (pilot) benar-benar harus siap,” ujar dia.

“Kalau mereka tidak prepare dan gagal di sini, mereka bisa kehilangan pekerjaan di Lion. Nah, ini sekarang kita akan serius. Kita akan fokus di situ, sehingga mudah-mudahan dari sisi safety kita bisa improve,” kata dia.

Menurut Kapten Taufik Hidayat, bagi pilot yang sudah memasuki masa profesi, uji initial training ini dilakukan setiap 6 bulan minimum atau setahun dua kali sampai masa pensiun di umur 65 tahun.

Simak Video “Maskapai Penerbangan Internasional Terburuk 2023, Juaranya dari Indonesia
[Gambas:Video 20detik]
(wkn/fem)

Membagikan
Exit mobile version