
Bangkok –
Kasus langka terjadi di Thailand. Seorang warga negara asing, yang berprofesi sebagai dosen, didakwa menghina raja dan terancam hukuman berat sesuai hukum lese majeste yang berlaku.
Adalah akademisi terkemuka Amerika Serikat (AS) di Thailand Paul Chambers yang menghadapi tuntutan. Dia dinilai menghina Raja Maha Vajiralongkorn.
Itu merupakan kasus langka hukum lese majeste menyasar warga negara asing. Polisi kerajaan mengajukan pengaduan terhadap Chamber yang merupakan pengajar di Universitas Naresuan karena komentar dia saat diskusi online.
“Chambers dituduh menghindar atau menunjukkan kebencian terhadap raja, ratu, pewaris takhta, atau wali kerajaan,” demikian surat panggilan polisi Thailand dilansir AFP, Sabtu (5/4/2025).
Dia juga dianggap menyebarkan data palsu yang bisa mengancam keamanan nasional.
Chambers mengatakan tuduhan itu bermula dari pernyataan yang dibuat saat webinar pada 2024. Ketika itu, dia membahas hubungan militer Thailand dan monarki selama sesi tanya jawab.
“Saya yakin saya orang non-Thailand pertama dalam beberapa tahun terakhir yang menghadapi tuduhan ini,” kata dia.
Meski merasa terintimidasi, Chambers merasa mendapat banyak dukungan dari rekan-rekan dia di universitas dan kedutaan AS.
Raja Thailand selama ini memang anti-kritik. Bagi siapa saja yang dianggap menghina atau bahkan mengkritik bisa dihukum hingga 15 tahun penjara.
Pengkritik bisa dikenai pasal 112 dalam undang-undang pencemaran nama baik kerajaan. Para pengamat menilai cara ini sebagai upaya kerajaan membungkam perbedaan pendapat.
Tentang Lese Majeste
Dikutip dari BBC, lese majeste adalah istilah hukum yang berasal dari bahasa Prancis, yang secara harfiah berarti kejahatan terhadap yang berdaulat. Secara umum, lese majeste merujuk pada tindakan atau ucapan yang dianggap menghina atau merendahkan kepala negara, penguasa, atau simbol-simbol negara.
Lese majeste mencakup berbagai tindakan, mulai dari penghinaan langsung hingga kritik yang dianggap merusak martabat penguasa atau negara. Interpretasi dan penerapan hukum lese majeste bervariasi di setiap negara, tergantung pada sistem hukum dan budaya politiknya.
Konsep lese majeste memiliki akar sejarah yang panjang, terutama di negara-negara monarki. Pada masa lalu, tindakan lese majeste sering kali dihukum dengan sangat berat, bahkan hukuman mati.
Nah, di Thailand lese majeste adalah pasal yang melindungi anggota senior keluarga kerajaan Thailand dari hinaan atau ancaman. Berdasarkan pasal 112 hukum pidana Thailand, seseorang yang “merusak nama baik, menghina, atau mengancam raja, ratu, putra mahkota, atau bangsawan” akan dihukum penjara hingga 15 tahun.
Aturan itu tidak berubah sejak pemberlakuan hukum pidana pertama Thailand pada 1908, kecuali ketika sanksi dalam pasal lese majeste diperkuat pada 1976.
Lese majeste juga muncul saat konstitusi Thailand diamendemen. Bunyinya, “Raja harus ditempatkan di singgasana dalam posisi yang disanjung dan tidak boleh dicemari. Tiada seorang pun boleh menyampaikan tuduhan atau aksi dalam bentuk apapun terhadap Raja.”
Akan tetapi, tidak definisi yang jelas tentang hinaan terhadap kerajaan. Delik aduan lese majeste bisa disampaikan siapa saja dan terhadap siapa saja. Setiap delik aduan itu harus diselidiki secara formal oleh kepolisian.
Meski demikian, rincian tentang aduan kasus lese majeste jarang diungkap ke publik lantaran aparat khawatir pelanggaran yang sama bisa diulang khalayak umum.
Para pengkritik menilai pemaknaan lese majeste terlalu luas dan hukumannya terlalu keras.
(fem/fem)