Senin, September 30


Jakarta

Kanker penis adalah kondisi medis berupa tumbuhnya sel secara abnormal pada organ reproduksi penis. Sel kanker tersebut bisa tumbuh pada jaringan kulit maupun struktur di dalam penis. Kanker ini juga tergolong jenis kanker yang langka selain kanker testis.

Ketua Kolegium Urologi Indonesia dan Dokter Spesialis Urologi, Prof dr Chaidir A Mochtar, SpU(K), PhD, mengatakan gejala kanker penis biasanya berupa benjolan yang tumbuh di daerah corona glans penis atau di bawah kepala penis.

“Korona penis itu kepala hajinya itu, di bawah kepala hajinya itu kan ada lehernya. Di pertemuan antara si kulit sama kepala hajinya. Gejalanya bisa kelihatan secara fisik,” katanya saat ditemui di Jakarta Selatan, Rabu (19/6/2024).


Menurutnya Prof Chaidir, pria yang tak disunat lebih berisiko terkena kanker penis dibandingkan mereka yang sudah disunat. Selain itu, orang yang jarang atau kurang menjaga kebersihan penis juga bisa menjadi faktor risiko penyakit tersebut.

Karenanya ia mengingatkan penting untuk menjaga kebersihan penis untuk menghindari risiko penyakit tersebut

“Kondisi sunat atau tidak, itu juga ada pengaruh. Sebenarnya di dunia dikatakan yang sunat yang berpengaruh terhadap penurunan jumlah kasus kanker penis sebenarnya sunat waktu neonatus. Jadi di bawah satu bulan setelah lahir,” sambungnya.

“Itu yang katanya memang. Tapi sebenarnya dari pengalaman, lebih banyak yang nggak disunat yang mengalami kanker penis tersebut. Dibanding yang disunat. Bukan berarti yang disunat tidak bisa kena kanker penis, nggak juga. Sebenarnya lebih sedikit aja,” katanya lagi.

Sebelumnya lagi ramai soal jumlah kasus dan angka kematian akibat kanker penis meningkat di berbagai belahan dunia, salah satunya Brasil.

Selama periode 2012-2022, Kementerian Kesehatan Brasil mencatat 21.000 kasus kanker penis dengan angka kematian mencapai 4.000. Selama satu dekade terakhir, telah dilakukan lebih dari 6.500 amputasi, atau rata-rata satu amputasi setiap dua hari.

Maranhao, negara bagian termiskin di Brasil, memiliki tingkat kasus tertinggi di dunia, yakni 6,1 kasus per 100.000 pria.

(suc/suc)

Membagikan
Exit mobile version