Selasa, September 24


Jakarta

Rumah Djiaw Kie Siong di Karawang, Jawa Barat menjadi bagian penting dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Siapa Djiaw Kie Siong, si pemilik rumah?

Djiaw lahir di Pisangsambo, Tirtajaya, Karawang, pada tahun 1880. Meskipun seorang petani keturunan Tionghoa, namanya tercatat dalam sejarah karena rumahnya di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Karawang, menjadi tempat penting dalam peristiwa kemerdekaan Indonesia.

Pada 16 Agustus 1945, Sukarno dan Mohammad Hatta diinapkan di rumah Djiaw oleh golongan pemuda, antara lain Adam Malik, Chaerul Saleh, dan Sukarni. Kedua tokoh itu diculik dan didesak untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.


Rumah Djiaw Kie Siong juga menjadi tempat penyusunan naskah proklamasi. Pada 15 Agustus 1945, Bendera Merah Putih dikibarkan oleh para pejuang setempat, yang yakin kemerdekaan akan segera diumumkan.

Awalnya, rencana untuk membacakan proklamasi dilakukan di rumah ini pada 16 Agustus. Namun, sore harinya, Ahmad Subardjo datang dan mengajak Sukarno dan Hatta kembali ke Jakarta untuk membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945.

Selain Sukarno dan Hatta, rumah Djiaw juga ditinggali oleh tokoh-tokoh lain seperti Sukarni, Yusuf Kunto, dr. Sutjipto, Ibu Fatmawati, dan Guntur Sukarnoputra dari 14 hingga 16 Agustus 1945.

Rumah itu dipilih atas saran Kapten Marsin, seorang teman Djiaw dan anggota PETA.

Menurut Bu Yanto, cucu Djiaw Kie Siong, kakeknya yang akrab dipanggil “Babah” dikenal sebagai sosok yang murah hati. Meskipun tidak terlibat langsung dalam peristiwa tersebut, ia ikhlas menyediakan rumahnya sebagai tempat perlindungan bagi para tokoh nasional.

Djiaw Kie Siong wafat pada tahun 1964. Meski tidak banyak dikenal dalam sejarah resmi, jasanya diakui oleh Mayjen Ibrahim Adjie, Pangdam Siliwangi kala itu, yang memberinya piagam penghargaan pada tahun 1961 atas dukungannya terhadap perjuangan kemerdekaan.

Kini, rumah Djiaw Kie Siong menjadi tujuan wisata sejarah yang populer, menarik banyak pengunjung, termasuk sejarawan. Tidak hanya dari sekitar Karawan dan Jakarta, namun pengunjung juga datang dari kota lain.

“Suasana di dalam sangat enak dan adem, mungkin karena masih bilik dan lantai ubin yang bikin adem,” kata Suparyanto, pengunjung asal Pacitan, Jawa Timur, dalam perbincangan dengan detikTravel, Selasa (23/9/2024).

Pengunjung dari Bekasi juga mengapresiasi kebersihan halaman depan rumah tersebut.

“Kebersihannya cukup terjaga, apalagi halaman depannya,” kata Arimbi, pengunjung lain.

Para pengunjung tidak dipungut biaya untuk masuk ke dalam rumah itu. Hanya saja, mereka memberikan donasi untuk perbaikan fasilitas seperti mushola dan toilet di belakang rumah.

Selain penyuka sejarah, komunitas pecinta alam juga sering mengadakan acara dirumah bersejarah itu. Mereka berkontribusi dengan menyediakan tempat sampah di area rumah.

Djiaw Kie Siong meninggalkan pesan kepada keluarganya untuk selalu menjaga rumah sebagai bentuk pengabdian terhadap sejarah bangsa, tanpa meminta imbalan apa pun. Hingga kini, rumah tersebut tetap menjadi saksi bisu peristiwa penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

(fem/fem)

Membagikan
Exit mobile version