Minggu, April 13


Bangkok

Thailand masih sangat menjunjung tinggi raja mereka. Siapapun yang dinilai menghina raja bisa dipenjara, termasuk dosen terkenal dari AS ini.

Akademisi terkemuka yang berasal dari Amerika Serikat, Paul Chambers tengah menghadapi tuntutan hukum usai dinilai menghina Raja Maha Vajiralongkorn.

Ini merupakan kasus langka hukum lese majeste atau dugaan penghinaan terhadap Raja Thailand yang menyasar kepada seorang warga negara asing (WNA).


Polisi kerajaan Thailand mengajukan pengaduan terhadap Chamber yang merupakan pengajar di Universitas Naresuan karena komentar dia saat diskusi online.

“[Chambers dituduh] menghindar atau menunjukkan kebencian terhadap raja, ratu, pewaris takhta, atau wali kerajaan,” demikian surat panggilan polisi Thailand pada Jumat (4/4) yang ditinjau AFP.

Dia juga dianggap “menyebarkan data palsu yang bisa mengancam keamanan nasional.”

Chambers mengatakan tuduhan itu bermula dari pernyataan yang dibuat saat webinar pada 2024 lalu. Ketika itu, dia membahas hubungan militer Thailand dan monarki selama sesi tanya jawab.

“Saya yakin saya orang non-Thailand pertama dalam beberapa tahun terakhir yang menghadapi tuduhan ini,” ungkap dia.

Meski merasa terintimidasi, Chambers merasa mendapat banyak dukungan dari rekan-rekan dia di universitas dan kedutaan AS.

Raja Thailand memang anti-kritik. Bagi siapa saja yang dianggap menghina atau bahkan mengkritik sang raja bisa dihukum hingga 15 tahun penjara.

Sang pengkritik bisa dikenai pasal 112 dalam undang-undang pencemaran nama baik kerajaan. Para pengamat menilai cara ini sebagai upaya kerajaan membungkam perbedaan pendapat di Negeri Gajah Putih.

——–

Artikel ini telah tayang di CNN Indonesia.

(wsw/wsw)

Membagikan
Exit mobile version