Sabtu, September 14

Jakarta

Ribuan driver ojek online (ojol) se-Jabodetabek menggelar demo di Istana Merdeka pada Kamis (29/8) kemarin dan menuntut biaya potongan aplikasi diturunkan. Delapan orang perwakilan peserta aksi sempat bertemu di Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Angga Raka Prabowo.

“Kemarin kira-kira jam setengah lima, saya mendampingi Pak Wamen, menerima delapan perwakilan dari peserta aksi. Pak Wamen mendengarkan, menyimak keluhan dan mempertimbangkan dengan serius aspirasi dari para wakil ojol yang demo kemarin,” ungkap Wayan Toni Supriyanto, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Dirjen PPI) saat sesi Ngopi di Kantor Kominfo, Jakarta, Jumat (30/8/2024).

Wayan melanjutkan Wamenkominfo Angga sempat mengatakan tuntutan para driver ojol yang demo berkaitan dengan otoritas atau kewenangan kementerian atau lembaga (K/L) lain. Sehingga pihaknya perlu melakukan koordinasi yang kuat, tidak saja antar K/L terkait, juga dengan pemerintah daerah dan aplikator itu sendiri untuk mencari solusi.


“Pak Wamen juga berkomitmen, kami di Kominfo berkomunikasi dengan para stakeholder tadi, dengan K/L, Pemda, kemudian para aplikator, untuk mencarikan jalan solusinya,” ujarnya.

Ada tuntutan revisi dan penambahan pasal Permenkominfo Nomor 1 Tahun 2012 tentang formula tarif layanan pos komersil untuk mitra ojol dan kurir di Indonesia. Terkait itu, Wayan mengatakan bukan wewenang pihaknya. Adapun layanan paket kiriman yang diatur dalam Permenkominfo dicontohkan seperti pengiriman paket dari Jakarta ke Lampung atau Bali.

“Paket yang dikirim seperti yang diusulkan supaya disesuaikan itu dalam peraturan ini (Permenkominfo Nomor 1 Tahun 2012) tidak diatur sebenarnya. Namun ada upaya kalau misalnya memungkinkan itu diatur, tapi tidak tahu K/L siapa yang mengatur. Makanya jawaban kami harus berkoordinasi dulu, karena untuk urusan ojol ini banyak K/L terlibat,” papar Wayan.

Terkait tarif pos komersial yang disebutkan dalam pasar 3 sampai 4 di Permenkominfo Nomor 1 Tahun 2012, Wayan menegaskan penyelenggara pos sejatinya bukanlah pemerintah, demikian juga penyiaran. Pihaknya hanya mengatur formula saja, sementara kewenangan menentukan tarif itu pada aplikator, demikian pula bagaimana cara mereka saling berkompetisi.

“Kalau mengubah Permen ada kemungkinan, tapi kembali sesuai ke dasar undang-undangannya. Diberikan kewenangan kepada pihak penyelenggara pos untuk mengatur sendiri tarifnya. Ya mereka kan berinvestasi, cost base, kemudian akan melihat kalau terlalu rendah kapan BEP, kalau terlalu tinggi ditinggal pengguna,” terang Wayan.

“Jadi kalau mau diubah bisa, tapi formulanya. Bukan kami yang menentukan tarif,” tandasnya.

(afr/fay)

Membagikan
Exit mobile version