Senin, September 30


Jakarta

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat kenaikan tabungan di atas Rp 5 miliar milik korporasi. Padahal di sisi lain PHK tengah meningkat.

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan korporasi masih memiliki likuiditas yang kuat. Menurutnya, hal ini seharusnya dapat menjaga stabilitas ekonomi dan mencegah terjadinya PHK besar-besaran.

“Korporasi kita mendominasi tingkat dana pihak ketiga, terutama di giro, dan simpanan mereka tumbuh dengan cukup cepat,” kata Purbaya kepada awak media di Kantor Pusat LPS, Senin (30/9/2024).


Purbaya merinci tabungan di atas Rp 5 miliar tumbuh sebesar 9% pada bulan Agustus 2024. Pertumbuhan ini sedikit melambat dibandingkan Juli, namun masih lebih cepat dibandingkan tahun lalu.

“Tahun lalu hanya 6,79% pada Agustus 2023. Jadi masih cukup cepat pertumbuhannya,” ujarnya.

Sementara itu, juga terjadi peningkatan tabungan untuk kategori di bawah Rp 2 miliar yakni tumbuh sebesar 4,95% pada Agustus 2024, naik dibandingkan Juli dan tahun sebelumnya. Hal ini, menunjukkan adanya perbaikan ekonomi secara perlahan di level bawah.

“Ini mungkin indikasi bahwa apa yang Anda takutkan apakah ekonomi tengah morat-marit di level bawah kelihatannya tidak seburuk itu juga. Paling nggak sekarang ada indikasi perbaikan di (level tabungan) bawah Rp 2 miliar,” katanya.

Purbaya juga menekankan bahwa peningkatan PHK yang terjadi di beberapa sektor tidak serta merta mencerminkan situasi ekonomi yang buruk secara keseluruhan.

“Walaupun ada laporan PHK, kita juga harus melihat berapa banyak perusahaan yang melakukan perekrutan. Jika dilihat secara bersih, mungkin tingkat pengangguran sebenarnya tidak mengalami kenaikan signifikan,” terang Purbaya.

Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS Lana Soelistianingsih menilai salah satu alasan utama meningkatnya tren PHK adalah peningkatan penggunaan teknologi yang mengarah pada efisiensi dalam proses bisnis.

“Dengan proses bisnis yang berbasis teknologi, perusahaan mulai melihat produktivitas dan melakukan penyesuaian,” kata Lana, dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, teknologi tersebut memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan efisiensinya. Hal ini pun yang pada akhirnya dapat mengurangi kebutuhan tenaga kerja di sektor-sektor tertentu.

Selain itu, Lana juga menyoroti perubahan pola konsumsi masyarakat yang turut berkontribusi pada dinamika ini. Ia pun mencontohkan, masyarakat saat ini cenderung suka membeli barang-barang baru, seperti ponsel, hingga melakukan kegiatan leisure, seperti hangout di cafe.

“Perubahan dari konsumsi rumah tangga ini terlihat jelas, dan perusahaan harus melakukan penyesuaian terhadap pola konsumsi yang baru ini,” kata Lana.

Selain faktor teknologi dan perubahan pola konsumsi, ia juga menyoroti pengaruh siklus ekonomi terhadap fenomena PHK. Ia memperkirakan, mendekati akhir tahun angka PHK bisa menurun karena adanya peningkatan permintaan di sektor-sektor tertentu, terutama di sektor jasa yang mengalami peningkatan aktivitas selama musim liburan.

“Saat musim liburan, konsumsi masyarakat meningkat, dan sektor jasa biasanya akan menyerap tenaga kerja lebih banyak,” tutur Lana.

Data PHK Kementerian Ketenagakerjaan

Sebagai tambahan informasi, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat sepanjang tahun ini. Dari Januari sampai 26 September 2024 totalnya hampir mencapai 53.000 orang.

“Total PHK per 26 September 2024 52.993 tenaga kerja. (Dibandingkan periode yang sama tahun lalu) meningkat,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker, Indah Anggoro Putri, Kamis (26/9/2024).

Lebih rinci dijelaskan bahwa PHK didominasi di sektor pengolahan sebanyak 24.013 orang. Kemudian disusul aktivitas jasa lainnya sebanyak 12.853 orang, serta di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebanyak 3.997 orang.

PHK tersebut paling banyak berlokasi di Jawa Tengah yakni 14.767 orang. Disusul Banten 9.114 orang dan DKI Jakarta 7.469 orang.

(shc/hns)

Membagikan
Exit mobile version