Jumat, Oktober 18


Jakarta

Pemerintah berencana melalukan penyesuaian harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP). Namun belum ada keputusan apakah akan dinaikkan atau tidak.

Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan ada dampak pada harga beras ke depan jika HPP gabah disesuaikan. Apa lagi panen tahun ini tergolong pendek, sehingga akhir tahun akan memasuki musim tanam lagi di mana minim produksi beras. Maka kenaikan HPP tentu harus dipikirkan dampaknya akan harga beras ke depan.

“Panennya pendek (tahun ini) mungkin Maret, panen mungkin sampai Mei, sampai Juni, thats it. Makanya lama memutuskannya, kalau dinaikkan sekarang, impact-nya harga Agustus, September, seperti apa. Karena harga naik hampir tidak bisa turun, sekali kita naikkan HPP, gabah dianggap harga paling rendah,” kata Bayu saat Bincang Bersama di Perum Bulog, Selasa (2/4/2024).


“Kemarin itu harga Rp 5.000 saja naiknya sampai Rp 17.000 (harga beras). Kalau gabah dinaikkan, ininya berapa (harga beras). Ini yang selalu jadi perdebatan,” lanjutnya.

Bayu menyebut kenaikan harga pada beras tentu dampaknya pada inflasi sepanjang tahun. Namun, di sisi lain jika tidak dinaikkan yang mengalami dampak kerugian adalah petani karena biaya produksi telah naik. Hal itu yang menurutnya sulit diputuskan.

“Jadi ini kalau nggak dinaikkan, petani kasihan, kalau dinaikkan implikasinya kepada inflasi gimana, jadi nggak mudah,” ujarnya.

Bayu mengungkap biaya produksi petani telah mengalami kenaikan cukup signifikan, terutama kenaikan harga pupuk hingga biaya gaji buruh tani.

“Kita tahu harga pupuk pak menteri bilang dua tahun atau satu tahun naik hampir 200%, naik tinggi sekali, upah tenaga kerja sewa lahan naik, terus kemudian air yang harus dipompa, ini sebelum ada program pompanisasi. Jadi biaya usaha tani sudah naik,” ujar dia.

(ada/kil)

Membagikan
Exit mobile version