Jakarta –
China dihadapkan dengan permasalahan menurunnya angka populasi selama tiga tahun berturun. Penurunan yang sudah lama berlangsung ini akibat dari kebijakan satu anak yang diterapkan China dari tahun 1980 hingga 2015 serta urbanisasi yang pesat.
Dilansir dari Chanel News Asia, Minggu (19/1/2025) para ahli pin memperingatkan bahwa penurunan ini akan memburuk di tahun-tahun mendatang. Biro Statistik Nasional mengatakan jumlah total orang di China turun sebesar 1,39 juta menjadi 1,408 miliar pada tahun 2024, dibandingkan dengan 1,409 miliar pada tahun 2023.
Data per 17 Januari ini memperkuat kekhawatiran bahwa negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu akan mengalami kesulitan karena jumlah pekerja dan konsumen menurun. Serta meningkatnya biaya perawatan lansia dan tunjangan pensiun juga kemungkinan akan menciptakan tekanan tambahan bagi pemerintah daerah yang sudah terlilit utang.
Biro mengatakan jumlah kelahiran total di China tahun 2024 adalah 9,54 juta jiwa, dibandingkan dengan 9,02 juta jiwa pada tahun 2023. Angka kelahiran naik menjadi 6,77 kelahiran per 1.000 orang pada tahun 2024 dibandingkan dengan 6,39 per 1.000 orang pada tahun 2023.
Jumlah kematian adalah 10,93 juta jiwa pada tahun 2024. Sedangkan tahun 2023 11,1 juta kematian.
Seperti di negara tetangganya, Jepang dan Korea Selatan, sejumlah besar orang Tiongkok telah pindah dari pertanian pedesaan ke kota, di mana memiliki anak lebih mahal. Tingginya biaya pengasuhan dan pendidikan serta ketidakpastian pekerjaan dan ekonomi yang melambat juga telah membuat banyak anak muda Tiongkok enggan menikah dan memulai sebuah keluarga.
Diskriminasi gender dan ekspektasi tradisional bagi perempuan untuk mengurus rumah tangga memperburuk masalah ini.
Pada tahun 2023, angka pernikahan mengalami peningkatan sebesar 12,4 persen dan menyebabkan peningkatan angka kelahiran pada tahun 2024. Namun jumlahnya diperkirakan akan turun lagi pada tahun 2025.
Pihak berwenang China meluncurkan serangkaian langkah pada tahun 2024 untuk meningkatkan angka kelahiran. Pada bulan Desember, mereka mendesak perguruan tinggi dan universitas untuk mengintegrasikan pendidikan pernikahan dan cinta ke dalam kurikulum mereka untuk menekankan pandangan positif tentang pernikahan, cinta, kesuburan, dan keluarga.
Pada bulan November, dewan negara bagian, atau kabinet menggalang pemerintah daerah untuk mengarahkan sumber daya guna memperbaiki krisis populasi. Serta menyebarkan rasa hormat terhadap kelahiran anak dan pernikahan ‘pada usia yang tepat’.
Diprediksi, jumlah perempuan produktif (usia 15-49 tahun) di China akan turun lebih dari dua pertiga menjadi di bawah 100 juta pada akhir abad ini. Sementara itu, populasi usia pensiun ( berusia 60 tahun ke atas) diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 400 juta pada tahun 2035 dari sekitar 280 juta orang saat ini.
Populasi yang berusia 60 tahun ke atas telah melampaui 310,31 juta, naik dari 296,97 juta pada tahun 2023.
Tren urbanisasi negara itu juga meningkat dengan peningkatan 10,83 juta orang yang tinggal di daerah perkotaan menjadi total 943,3 juta orang. Sementara populasi pedesaannya turun 12,22 juta menjadi 464,78 juta orang.
(sym/sym)