Kamis, Desember 26

Jakarta

Sosok Kepala Bagian Tenaga Pendidik Sekolah Polisi Wanita (Kabag Gadik Sepolwan) Lemdiklat Polri, AKBP Sri Wahyuni disebut sebagai polwan yang tegas, lugas dan antisuap. Salah satu pembaca detikcom, Yuyun Irawati, mengenal AKBP Sri Wahyuni karena perusahaannya bekerja sama dengan Sepolwan sebagai vendor penyediaan makanan untuk siswa Sepolwan.

Yuyun membagikan ceritanya tentang AKBP Sri Wahyuni melalui formulir online Hoegeng Awards 2024 di tautan ini. Berikut kesaksian Yuyun, dilihat detikcom pada Senin (18/3/2024):

Saya dua kali ketemu beliau dalam lelang. Menurut saya pribadi, dia tegas, malah semacam kalau saya bilang seram juga kalau orang tidak kenal beliau. Dia bilang A ya A, B ya B. Walaupun saya sudah kenal beliau karena dua kali ikut lelang, kalau pekerjaan saya salah langsung dia komplain depan saya.


detikcom menghubungi Yuyun untuk mendalami sosok AKBP Sri Wahyuni. Yuyun mengatakan AKBP Sri Wahyuni adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk pekerjaan penyediaan makanan siswa Sepolwan.

“Pekerjaan saya kan dalam satu gelombang 6 bulan, kan nggak mungkin nggak ada komplain. Namanya makanan, pasti ada komplain-an. Dia orangnya tegur langsung,” kata Yuyun.

Yuyun menyebut AKBP Sri Wahyuni juga sosok yang sangat detail dan mengedepankan logika. Yuyun mencontohkan semisal perusahaannya menyediakan menu makanan yang tidak sesuai dalam perjanjian kerja sama. Ketidaksesuaian itu akan dicecar betul oleh AKBP Sri Wahyuni.

“Yang saya rasakan sih dia orangnya tidak ada kompromi. Kalau Bu Yuni, saat dia nggak suka, dia akan ngomong di depan kita. Contohnya saya nggak dapat ikan lele untuk menu, nah beliau itu nggak menyepelekan,” tutur Yuyun.

“Jadi kami diminta untuk jelaskan ke dia kenapa nggak ada lelenya. Kami diharuskan bisa memberikan alasan yang masuk logika. Kalau buat dia nggak masuk logika, dia nggak akan bolehin (menu-red) diganti,” sambung Yuyun.

Sikap AKBP Sri Wahyuni yang dianggap kaku pada vendor di Sepolwan, membuat Yuyun berpikir dua kali, jangan sampai membuat kesalahan dalam pekerjaannya.

“Makanya kita kalau mau ganti sesuatu di menu, wah itu panjang prosesnya, kita harus berargumentasi dulu sama anak buahnya Bu Yuni, lalu ke Bu Yuni. Kalau reason (alasan)-nya nggak masuk di dia, ya apapun caranya menunya harus sesuai di lelang,” ungkap Yuyun.

Tak Mau Japri-an dengan Vendor Selama Lelang

Yuyun menuturkan saat AKBP Sri Wahyuni menjadi PPK untuk pengadaan makanan siswa, dirinya memutar otak untuk bisa berkenalan dengan AKBP Sri Wahyuni. Namun ternyata kesempatan itu tak datang hingga proses lelang selesai, karena AKBP Sri Wahyuni tak membuka kesempatan berkomunikasi dengan jaringan pribadi (japri) pada Yuyun. Hal itu membuat Yuyun menilai AKBP Sri Wahyuni sosok polwan yang memegang integritas.

“Pertama kali PPK digantikan dengan Bu Yuni, saya muter otak ini, ‘Bagaimana ya orangnya tegas begitu’. Dan selama lelang tidak mau dihubungi, tidak mau bersinggungan dengan vendor. Saya sudah kali-kali lelang dengan beliau, nggak pernah dia sama sekali menyinggung apa-apa,” tutur perempuan 55 tahun ini.

“Bu Ratna menunjuk dia sebagai PPK mungkin karena sudah masuk dalam kriteria Bu Ratna, artinya tidak bisa dibuat ‘main’ atau ‘nego’,” lanjut Yuyun.

Yuyun kemudian mengatakan AKBP Sri Wahyuni juga bertindak sebagaimana PPK. Pernah suatu hari AKBP Sri Wahyuni dan anggotanya menyidak area dapur tempat makanan para siswa dimasak.

Tak dinyana, bukan hanya menyidak proses pembuatan makanan, AKBP Sri Wahyuni meminta dokumen perusahaan untuk memeriksa keabsahan dan legalitas perusahaan.

“Dia dengan beberapa stafnya pernah sidak ke dapur saya di Jalan M Saidi, minta lihat legalitas surat-surat perusahaan saya. Namanya sidak jadi tanpa pemberitahuan. Saya dari situ menilai, ‘Oh ini orang tegas banget’,” sebut Yuyun.

Dari sejumlah hal dan sikap yang ditunjukkan AKBP Sri Wahyuni, menambah keyakinan Yuyun soal integritas polwan yang sudah puluhan tahun mengabdi sebagai tenaga didik di Sepolwan Polri itu.

“Pokoknya kalau (menurut) saya, Bu Yuni jangan singgung masalah macem-macam deh kalau mau ikut lelang. Bisa marah orangnya. Saya lihat mungkin karena suaminya juga polisi dengan pangkat yang cukup tinggi juga, kalau nggak salah kombes. Artinya hidupnya juga mungkin tidak kekurangan, dan Bu Yuni betul-betul menjaga kredibilitasnya dan suaminya,” terang Yuyun.

Sederhana dan Cerdas di Mata Pimpinan

Kepala Sepolwan RI, Kombes Ratna Setiawati, mengamini cerita Yuyun. Di mata Kombes Ratna, AKBP Sri Wahyuni seorang polwan yang sederhana dan cerdas.

“Sri Wahyuni anggota saya yang sederhana orangnya. Dia suka naik motor legend-nya yang prepet-prepet itu, motor lama,” ucap Kombes Ratna kepada detikcom.

Kombes Ratna mengatakan AKBP Sri Wahyuni sehari-hari bersikap apa adanya padahal suaminya seorang komisaris besar (kombes) polisi dan kakak laki-lakinya adalah jenderal bintang dua TNI AD.

“Dia apa adanya saja. Dengan kemampuan akademisnya, dia mampu kok untuk misalnya bertugas di tempat lain yang mungkin lebih dianggap orang pada umumnya bergengsi. Tapi dia nggak ngejar itu, dia dari pertama Bripda sampai sekarang ya di Sepolwan, mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk kemajuan Sekolah Polisi Wanita,” ucap Ratna.

Kombes Ratna pun mengaku kagum dengan sosok AKBP Sri Wahyuni, yang dianggapnya memiliki integritas demi kemajuan Sepolwan. Oleh sebab itu Kombes Ratna memberikan tanggung jawab dan kewenangan lebih pada AKBP Sri Wahyuni untuk menjadi Kabag Gadik sekaligus PPK.

“Saya yakin dia orangnya jujur dan tegas. Makanya saya pasang dia sebagai PPK. Itu vendor-vendor nggak ada yang berani macam-macam. Dia sebagai PPK itu pengalaman baru bagi dia, tapi hanya dalam dua hari dia bisa kuasai bagaimana aturannya, mekanismenya, prosedurnya. Sampai-sampai dia belum selesai pelatihan, sudah ditawari untuk ikut pelatihan PPK yang lebih expert lagi,” tutur Kombes Ratna.

Kombes Ratna mengatakan pada 2018, AKBP Sri Wahyuni mengambil beasiswa paska-sarjana di dua universitas dalam waktu yang bersamaan, yaitu Universitas Negeri Jakarta dan Universitas Pembangunan Nasional secara bersamaan untuk meraih gelar Master Hukum dan Master Pendidikan. AKBP Sri Wahyuni pun lulus dengan gelar cumlaude.

“Dia juga ambil gelar masternya di dua universitas berbeda dalam waktu bersamaan lho. Jadi masternya double degree, dan dia cumlaude. Dia juga Bahasa Inggrisnya aktif, Bahasa Mandarin juga aktif. Passion-nya memang di pendidikan,” pungkas Ratna.

Makna Integritas bagi AKBP Sri Wahyuni

Di kesempatan berbeda, detikcom mewawancarai AKBP Sri Wahyuni. Dia bercerita soal pengabdiannya sebagai polisi yang tak pernah keluar dari lingkup Sepolwan.

AKBP Sri Wahyuni mengaku pernah dihadapkan dengan pertanyaan soal dirinya yang seolah tak mengembangkan diri pada fungsi lain di Polri, selain di Sepolwan. Namun dia punya alasan kuat untuk menjelaskan soal pengabdiannya pada pendidikan polisi wanita.

“Saya berdinas di Sepolwan cukup lama bukan berarti jenuh atau tidak mau mengembangkan diri di luar. Pernah rekan saya menyampaikan, ‘Mengapa kamu lama di lembaga pendidikan ini? Kenapa tidak di wilayah cari pengalaman dan sebagainya?” kata polwan yang berdinas di Sepolwan sejak 1991 silam.

“Namun saya berpikir siapa lagi yang mau berada di lembaga ini jika tidak ada yang mau. Kalau pun ada, hanya sebentar singgah. Dan jika semuanya mau di kewilayahan bagaimana? Siapa lagi yang akan mempertahankan dan mengembangkan Lembaga pendidikan ini dengan mengikuti perubahan perubahan di dalamnya, yang seiring dengan perkembangan dan perubahan situasi, serta tuntutan masyarakat di Lembaga pendidikan Polri ini,” ungkap dia.

Alasan lain yang membuatnya tak pernah ingin mengincar penempatan di luar Sepolwan adalah rasa ingin membalas budi pada sekolah yang membentuknya menjadi seorang polwan hingga saat ini.

AKBP Sri Wahyuni mengatakan di awal menjadi bintara Polri, dirinya tak memiliki minat khusus pada dunia pendidikan. Bahkan dia awalnya bermimpi menjadi polisi di wilayah-wilayah yang tak biasa, seperti di Kalimantan.

“Saya asal pengirimannya Polda Metro Jaya. Saat penempatan pertama, saya ditanya mau di mana, saya bilang mau di Kalimantan, itu saya diomelin Danton saya. Saat itu saya tidak berpikir kalau semua orang maunya kalau bisa Polda Metro, saya malah mau mengembangkan diri di Kalimantan. Akhirnya saya diminta di Sepolwan,” cerita AKP Sri Wahyuni.

Sri Wahyuni akhirnya menerima keputusan itu. Dia lalu bercerita karakternya pertama kali diuji saat diperintah untuk mendaftar D3 PTIK oleh Kasepolwan pada masa tersebut, karena status pendidikannya yang masih lulusan SMA. Namun ternyata kebijakan D3 PTIK ditujukan bagi angkatan di bawahnya, sehingga dia memilih tak mau menyalahi aturan.

“Saya diperintahkan kepala sekolah untuk ikut tes, namun saya membaca lagi ketentuan. Dan saya tidak memenuhi persyaratan karena NRP saya 71, sementara yang bisa ikut adalah NRP 72. Saya melapor saya tidak bisa, saya bilang saya akan malu kalau mengikuti tes dan seperti tidak bisa membaca ketentuannya,” kata AKBP Sri Wahyuni.

Pada tahun 1992, AKBP Sri Wahyuni kembali dikirim sebagai utusan Sepolwan mengikuti tes pramugari haji. Dia mengatakan penghasilan sebagai pramugari haji menjanjikan, namun kembali lagi dia mengingat uang bukan alasannya masuk Polri, sehingga setelah dua kali membawa rombongan haji, dia mengundurkan diri.

“Dulu kan masih ABRI. Jadi waktu tes seperti ikut pendidikan lagi, tapi pengujinya dari Garuda Indonesia dan dari TNI AU. Rezeki dari membawa rombongan haji memang lumayan, tapi saya pikir kalau saya terus, nanti tidak ada regenerasi. Jadi saya mundur, biar junior-junior saya yang juga memiliki pengalaman yang sama,” ucap AKBP Sri Wahyuni.

Sekembalinya ke Sepolwan, AKBP Sri Wahyuni dipanggil lagi oleh Kasepolwan pada masa tersebut dan diminta mendaftar S1. Dia pun terpaksa menolak karena beasiswa tersebut tak sepenuhnya gratis.

“Akhirnya Bu Kasepolwan ngomong sama Pak Awaloedin Djamin soal beasiswa yang ternyata masih berbayar, akhirnya saya diberi kesempatan kuliah di Universitas Pancasila gratis. Saya lulus saat itu, ada beberapa perusahaan besar meminta saya bergabung karena nilai saya cukup baik, tapi saya tidak bisa. Polri yang memberi saya kesempatan kuliah, maka saya akan kembali ke Polri,” ujar AKBP Sri Wahyuni.

“Aturannya tidak boleh kan kita kerja di dua tempat. Sebenarnya kalau kita pintar bagi-bagi waktu, bukan nggak bisa freelance. Tapi pikiran saya saat itu bagaimana saya bisa transfer ilmu yang saya dapatkan ini ke adik-adik, junior-junior saya, siswa-siswa Sepolwan,” tambah dia.

Pada 2002, AKBP Sri Wahyuni bercerita dirinya pernah mendaftar Sekolah Calon Perwira (Secapa). Dia mengingat mantan Kapolri Jenderal (Purn) Banurusman Astrosemitro pernah memberinya penghargaan untuk sekolah di kemudian hari atas sejumlah lomba karya tulis yang dijuarainya. Namun AKBP Sri Wahyuni menyebut dirinya gagal masuk Secapa, dan dia pun tak mengungkit akan penghargaan kesempatan sekolah yang seharusnya diterimanya itu. Dia enggan mengadu ke mana-mana.

“Saya dikasih penghargaan dari Pak Banurusman (mantan Kapolri Jenderal Banurusman Astrosemitro) karena jadi juara beberapa karya tulis militer dari tahun 93 dan tahun-tahun berikutnya. Harusnya saya bisa masuk lewat, kalau zaman sekarang istilahnya jalur talent scouting, tapi ya sudah saya sudah nggak pikirkan itu. Saya juga nggak mau menghadap ke mana-mana,” sebut AKBP Sri Wahyuni.

“Saya hanya berpikir bagaimana jika begini nasib teman-teman lainnya di Lembaga pendidikan. Saya kecewa ada, sedih ada. Tapi buat saya, kalau memang itu rejekimu, akan mengejarmu sampai kemana pun,” lanjut dia.

Tahun depan berikutnya AKBP Sri Wahyuni kembali mengikuti seleksi dan lolos Secapa. “Saya tidak pernah putus asa, saya orangnya akan mencari tahu apa yang kurang agar saya bisa perbaiki,” tutur AKBP Sri Wahyuni.

Terakhir AKBP Sri Wahyuni menuturkan hal yang semakin membuat dia semakin teguh untuk mengabdikan diri sebagai polisi pendidik. Yakni saat diberikan kesempatan beasiswa S2 Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) atas rekomendasi Kasepolwan.

Beasiswa tersebut menjadi pengalaman baru baginya karena dia sebenarnya di periode yang sama dirinya menempuh S2 Ilmu Hukum di Universitas Pembangunan Nasional. Dia menyebut kuliah di dua tempat di waktu bersamaan, sembari masih aktif mengajar di Sepolwan.

Pengalaman demi pengalaman yang didapat selama 32 tahun mengabdi di Sepolwan, kata AKBP Sri Wahyuni, membuat dirinya mampu memaknai integritas.

“Integritas bagi saya adalah konsistensi terhadap apa-apa yang saya lakukan dalam sehari-hari, dapat saya rangkum dan penting untuk dapat membagi dengan adil ruang gerak dan sikap, perilaku dan ucapan yang dilakukan secara seimbang,” pungkas AKBP Sri Wahyuni.

LHKPN

Sementara itu, berdasarkan penelusuran di situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), AKBP Sri Wahyuni terakhir melaporkan harta kekayaannya pada Maret 2023. Total harta kekayaannya tercatat senilai Rp 375.580.880.

AKP Sri Wahyuni memiliki motor Suzuki Skywafe tahun 2008 yang merupakan hasil sendiri senilai Rp 4.500.000 dan mobil Suzuki S-Cross tahun 2022 yang merupakan hadiah senilai Rp 221.000.000. Harta bergerak lainnya senilai Rp 25.000.000 serta kas dan setara kas senilai Rp 125.080.880.

(aud/hri)

Membagikan
Exit mobile version