Selasa, November 19

Kepulauan Anambas

Pembangunan stasiun pemancar atau tower Base Transceiver Station (BTS) di wilayah kepulauan seperti Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki banyak tantangan, seperti proses pengangkutan material lewat hingga faktor cuaca. Tak berhenti di situ, saat sudah on air, proses perawatan BTS-nya pun ternyata memiliki tantangan sendiri.

Hal itu juga yang dirasakan oleh Site Engineer tower BTS milik Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi (dulu Kominfo), Jubir Firdaus (24).

Pria yang akrab disapa Daus ini sudah bekerja di bidang telekomunikasi sejak tahun lalu, tepatnya pada bulan September. Meski demikian, sudah banyak cerita yang didapatkannya saat proses perawatan atau maintenance tower BTS tersebut.


“Kalau keseharian kita, selalu kunjungan ini (cek) cuaca ya, karena pengaruh cuaca dari satelit VSAT ini, dia kelemahannya di cuaca, jadi sedikit terganggu dengan kualitas sinyal tersebut. Jadi wajib kita kunjungi juga,” kata Daus, kepada detikcom, beberapa waktu lalu.

Diketahui, Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki luas 46.664,14 km² yang tertdiri dari 255 pulau dan 26 pulau berpenghuni. Kondisi geografis yang sebagian besarnya perairan membuat perawatan infrastruktur memerlukan tambahan waktu dan biaya.

Daus sendiri memiliki tanggung jawab untuk perawatan 12 tower BTS yang ada di Kepulauan Anambas. Tower-tower tersebut tersebar di pulau-pulau di antaranya Pulau Jemaja, Pulau Tunggak, Pulau Keramut, dan Pulau Siantan.

Kepada tim Tapal Batas detikcom, Daus bercerita medan tersulit yang ia tangani berada di Pulau Siantan yang berlokasi di depan Pulau Jemaja. Baru-baru ini, ia menerjang badai saat menaiki kapal kecil atau pompong saat menuju ke sana.

“Kemarin saya kena badai, cukup lumayan parah juga, barang-barang saya ada yang tenggelam, seperti GPS atau pun tas safety. Peralatan safety saya hilang juga, termasuk baju,” imbuh Daus.

“Kondisi saat itu seperti angin kencang, itu ombaknya terlalu kencang dan bukan tinggi, tapi bikin kita pontang-panting di kapal kecil kita. Karena kita penyarter kapal kecil,” sambungnya.

Soal transportasi, Daus mengaku dirinya menumpang kapal pompong milik nelayan. Namun, di cuaca buruk seperti ini nelayan enggan memberikan tumpangan untuk teknisi.

“Ketika cuaca buruk harga itu bisa naik melambung tinggi karena minyak. Kedua sekarang nelayan pada musim ikan, lebih memilih mencari ikan daripada mengantar-antar kita,” kata Daus.

“Kalau cuaca buruk, kita pun boncos juga keuangan kita karena banyak juga nelayan ataupun jasa-jasa yang mengantar-antar ini banyak yang tidak berani,” lanjutnya.

Tantangan lainnya yang dihadapi oleh Daus yaitu harus memanjat dengan ketinggian hingga 73 meter. Namun, dibalik itu semua ia mengaku senang dengan apa yang dikerjakan.

“Kenapa saya mau menjaga tower di sini, salah satunya saya lebih menikmati keindahan-keindahan alam di Indonesia ini. Yang Yg kedua saya lebih suka berbaur dengan masyarakat Berbagai macam budaya yang ada di Indonesia,” tutur Daus.

detikcom bersama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengadakan program Tapal Batas untuk mengulas perkembangan ekonomi, wisata, infrastruktur, dan pemerataan akses internet di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Ikuti terus berita informatif, inspiratif, unik dan menarik dari program Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!


(akd/ega)

Membagikan
Exit mobile version