Phnom Penh, Kamboja –
Small but powerfull, itulah yang mungkin cocok dilekatkan pada komunitas muslim di Kamboja. Bagaimana tidak? Populasinya bisa dibilang minoritas namun terbilang berpengaruh di negeri yang terkenal dengan candi Angkor Wat itu.
Hal ini disaksikan langsung penulis saat berkunjung ke Phnom Penh, Kamboja, pada 21-23 November 2024, dan bertemu langsung dengan Menteri Senior Kamboja Datuk Dr Othsman Hassan serta pemimpin dan komunitas Islam di Kamboja.
Datuk Othsman sendiri bukan orang sembarangan. Ia merupakan orang dekat Perdana Menteri Kamboja sebelumnya, Hun Sen, yang saat ini menjadi Ketua Senat Kamboja.
Kini, Datuk Othsman dipercaya oleh perdana Menteri Kamboja Hun Manet — yang merupakan anak dari Hun Sen — menduduki posisi sebagai Menteri Senior.
Datuk Othsman bisa dibilang sebagai sosok muslim sukses dan berpengaruh di Kamboja. Tak lupa asal usulnya, ia pun kerap merangkul warga muslim Kamboja lainnya untuk menjaga soliditas agar tak bercerai berai.
Menteri Senior Kamboja Datuk Dr Othsman Hassan Foto: Ardhi Suryadi
|
Dijelaskan Datuk Othsman, mayoritas warga Kamboja sejatinya beragama Budha. Sedangkan Islam masuk ke Kamboja sebagai bagian dari kerajaan Champa yang melarikan diri, dan saat ini sudah berjumlah 850 ribu jiwa atau setara 5% dari total populasi 17 juta jiwa di Kamboja.
Meski minoritas, masyarakat muslim Kamboja bisa dikatakan begitu solid. Bahkan banyak mengisi posisi strategis di pemerintahan, senat, parlemen hingga wakil gubernur provinsi dan distrik di Kamboja.
Bahkan saat penulis bertandang ke Angkor Wat pun bertemu dengan Wakil Kepala Distriknya yang merupakan seorang perempuan muslimah.
“Jadi masyarakat muslim di sini (Kamboja-red) bukanlah orang yang terpinggirkan, meski kami minoritas. Karena banyak pejabat yang juga merupakan masyarakat muslim di berbagai provinsi, tak cuma di Phnom Penh sebagai Ibu Kota negara,” papar Datuk Othsman saat berbincang dengan detikcom di Phnom Penh.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, bagaimana bisa seberpengaruh itu padahal menjadi minoritas? Jawabannya adalah, soliditas! Dijelaskan Datuk Othsman, kerajaan dan pemerintah Kamboja sangat dekat dak mengagumi komunitas muslim di sini.
Pasalnya, mereka tak pernah membuat keributan dan pertengkaran di tengah masyarakat, justru menjaga situasi tetap kondusif.
“Jadi meski populasi kami cuma 5%, masyarakat muslim di sini selalu bersatu dan bersama-sama. Kami pun solid untuk mendukung kerajaan dan pemerintah Kamboja, itulah yang membuat pemerintah Kamboja senang dan memberi dukungan serupa,” lanjutnya.
Selain itu, pola tempat tinggal masyarakat muslim Kamboja juga menganut sistem terpusat. Mereka menyebutnya berbasis masjid.
|
Jadi di kota Phnom Penh ada suatu wilayah khusus yang disebut sebagai ‘Kampung Islam’ yang membentang sepanjang 4 km.
Nah, sepanjang jalan tersebut dipenuhi oleh sejumlah masjid-masjid besar, mushola, toko, restoran halal serta pemukiman bagi warga muslim itu sendiri.
Bahkan terdapat madrasah untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak mereka di wilayah tersebut. Sistem ini disebut sengaja dilakukan untuk menjaga soliditas mereka.
Termasuk jika ada kebutuhan atau pertolongan yang dibutuhkan satu sama lain, sehingga mereka bisa saling support dengan saudara seagamanya.
“Memang di luar itu tetap masih ada warga muslim untuk tinggal, tetapi jumlahnya sedikit. Tetapi dengan tinggal di area kampung muslim bisa saling bantu, jika ada kerabatnya yang meninggal, butuh bantuan penguburan, dan kebutuhan ibadah lainnya banyak yang bantu,” lanjut Datuk Othsman.
Penampilan dan gaya berbusana warga di Kampung Muslim ini pun sudah sangat identik. Yakni menggunakan baju kok, peci sedangkan kalangan perempuannya banyak yang berhijab dari kecil hingga dewasa.
Indonesia Perlu Belajar
Founder dan Chairman CT Corp. Chairul Tanjung pun dibuat kagum dengan persatuan yang ditunjukkan komunitas muslim Kamboja.
Ia menyaksikan langsung ketika jadi pembicara dimana audiensnya merupakan pemimpin dan komunitas muslim yang berasal dari berbagai latar belakang dan provinsi, tak cuma dari Phnom Penh, yang berjumlah sekitar 450 orang.
|
“Kita harus menarik pelajaran dari negara Kamboja ini, komunitas muslimnya cuma 5% tapi dia punya pengaruh yang luar biasa, ada 1 Menteri Senior, ada sekian banyak anggota parlemen, senat dan belasan wakil gubernur provinsi, wakil menteri begitu banyak, ini menandakan bahwa komunitas muslim Kamboja meski minoritas tetapi punya pengaruh luar biasa di pemerintahan dan ekonomi,” tuturnya.
Ia pun meyakini jika hal ini bisa terjadi karena faktor unity alias bersatu, sehingga mempunyai kekuatan.
Nah, Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di Asia Tenggara dan dunia juga seharusnya bisa menarik pelajaran, bersatu adalah kekuatan. Sebab kalau kita terfragmentasi, terpecah belah, kita tak akan punya kekuatan.
“Jadi ini tentu jadi pelajaran yang berharga jadi marilah umat muslim di Indonesia kita bersatu sehingga kita memiliki kemajuan yang baik di bidang ekonomi dan bidang lainnya,” pungkasnya.
(ash/ddn)