Kamis, November 14


Jakarta

Kecelakaan maut akibat kendaraan besar mengalami rem blong terus terjadi. Senin kemarin, sebuah truk yang diduga mengalami rem blong menabrak belasan kendaraan di Tol Cipularang. Akibatnya, satu orang meninggal dunia dan 29 lainnya luka-luka.

Kecelakaan itu terjadi di KM 92 Tol Cipularang arah Jakarta. Di sekitar lokasi tersebut, memang beberapa kali telah terjadi kecelakaan. Bahkan sampai memakan korban jiwa.

Beberapa Kecelakaan di KM 91-92 Arah Jakarta

Masih terekam di ingatan, pada September 2019 lalu terjadi kecelakaan maut di KM 91 Tol Cipularang arah Jakarta. Kecelakaan akibat dump truck terguling menjadi penyebab tabrakan beruntun yang melibatkan puluhan kendaraan. Akibatnya, delapan orang dilaporkan meninggal dunia.


Sebanyak 20 kendaraan terlibat dalam tabrakan beruntun ini, dan di antara korban, sebanyak enam orang meninggal dunia karena terbakar. Sementara yang lainnya akibat benturan.

Kecelakaan bermula ketika dump truk dengan nomor polisi B 9763 UIT mengalami kecelakaan tunggal. Truk itu terguling di tol Cipularang arah Jakarta KM 91. Tertutupnya ruas jalan mengakibatkan antrean kendaraan di belakang. Dari arah belakang, dump truk dengan nomor polisi B 9410 UIU menabrak antrean kendaraan yang berakibat fatal. Sebanyak 20 kendaraan terlibat dalam kecelakaan maut itu.

Lalu pada Oktober 2021, sebuah truk kontainer yang membawa peti kemas terguling dan menimpa minibus di KM 91 Tol Cipularang arah Jakarta. Akibat kejadian ini satu orang tewas dan 7 lainnya terluka. Kecelakaan ini menimpa mobil yang ditumpangi salah satu bos Indomaret.

Di lokasi yang hampir sama, terjadi lagi kecelakaan yang melibatkan bus Laju Prima pada Juni 2022. Kecelakaan yang terjadi di Tol Cipularang Km 92 saat itu disebabkan oleh bus Laju Prima bernopol B-7602-XA mengalami rem blong. Alhasil, belasan kendaraan yang berada di depannya menjadi korban.

Senin kemarin, terjadi lagi kecelakaan maut truk gagal mengerem sehingga menabrak belasan kendaraan di KM 92 Tol Cipularang. Kecelakaan itu sampai memakan korban jiwa.

Kalau dilihat dari beberapa kejadian di atas, lokasinya hampir berdekatan, yaitu di sekitar KM 91-92 Tol Cipularang arah Jakarta. Ada beberapa alasan mengapa di lokasi itu sering terjadi kecelakaan. Ada faktor topografi jalan yang tidak dibarengi dengan kompetensi pengemudi dalam menangani kendaraannya.

“Ada faktor jalan juga, tapi kan tidak bisa kita kendalikan. Nah kecelakaan itu terjadi jika kita tidak tahu bahaya dan mengendalikan risikonya. Jalannya sudah ada, nah antisipasinya ya dari pengemudinya. Apalagi cuaca sekarang hujan,” kata instruktur safety driving di Rifat Drive Labs (RDL) dan Road Safety Commission Ikatan Motor Indonesia (IMI) Erreza Hardian kepada detikOto, Selasa (12/11/2024).

Menurut Reza, banyak jalan di Indonesia yang di bawah standar. Namun, biasanya di lokasi itu sudah diberikan rambu dan marka jalan agar pengemudi lebih waspada lagi.

“Pengelola (jalan) sudah menjelaskan, di jalan itu banyak rambu dan sudah ada yang disebut jalan ‘memaafkan’ karena tersedia titik pengereman darurat yang menanjak. Hanya saja banyak pengemudi memacu kencang, makin kencang makin nggak kelihatan rambu atau peringatannya,” ujar Reza.

Kompetensi Sopir

Tak cuma itu, kompetensi pengemudi menangani kendaraan di jalan menurun juga menjadi salah satu pemicu kecelakaan maut. Banyak pengemudi truk yang hanya mengandalkan rem kaki tanpa memanfaatkan bantuan deselerasi lainnya, seperti engine brake.

“Pengereman di jalan menurun dengan menggunakan service brake atau rem pedal sangat berbahaya. Karena proses pengereman tidak akan menghilangkan energi yang mendorong kendaraan dan hanya mengurangi putaran roda sesaat, sehingga saat pedal rem diangkat roda akan berputar lebih cepat lagi. Hal ini akan memaksa pengemudi melakukan pengereman panjang terus-menerus, inilah yang memicu terjadinya kegagalan pengereman,” jelas Reza.

Jika pengemudi hanya mengandalkan rem kaki saja secara terus-menerus, konstruksi rem lama-kelamaan akan panas. Hal itu yang membuat kemampuan pengereman cepat berkurang sehingga menyebabkan rem blong atau kegagalan pengereman.

“Oleh sebab itu, setiap pengemudi harus memahami bahwa pada saat kendaraan melalui jalan menurun, harus menggunakan rem pembantu untuk memperlambat kendaraan, dan tidak menggunakan rem utama. Kalau AT (mobil matic) bisa over drive off atau pindahkan ke 3,” saran Reza.

Kebiasaan Sopir Penyebab Rem Blong

Praktisi keselamatan berkendara sekaligus Instruktur & Founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu mengatakan, ada satu kebiasaan pengemudi truk atau bus yang berusaha menghemat pengeluaran tapi malah bikin kecelakaan.

Menurut Jusri, para pengemudi truk punya kebiasaan menetralkan transmisi di jalan menurun. Mereka beranggapan saat transmisi dinetralkan, beban kerja mesin jadi ringan sehingga konsumsi BBM lebih irit.

“Ujung-ujungnya konsumsi bahan bakar irit dan ada selisih dari budget yang bisa dibawa pulang. Tapi perilaku ini sangat konyol dan sangat membahayakan diri mereka, muatan, dan pengguna jalan lain,” tegas Jusri.

Dengan menetralkan gigi transmisi, sopir truk hanya mengandalkan service brake atau pengereman dari pedal. Dengan hanya mengandalkan service brake tanpa memanfaatkan engine brake, konstruksi rem lama-lama kepanasan dan mengakibatkan brake fading atau kegagalan fungsi pengereman.

“Pada kecepatan tinggi, karena elevasi jalan yang menurun dengan bobot yang berat, maka momentum ini akan menimbulkan kecepatan yang sangat luar biasa. Dan itu perlambatan yang dilakukan oleh rem kaki itu akan menimbulkan overheating pada sistem rem. Ketika rem panas, dampak lain dari panas adalah brake fading, yaitu penyusutan kemampuan rem akibat overheating,” jelasnya.

(rgr/din)

Membagikan
Exit mobile version