![](https://i0.wp.com/awsimages.detik.net.id/api/wm/2024/01/16/sampel-asteroid-bennu_169.webp?wid=54&w=650&v=1&t=jpeg&w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jakarta –
Asteroid Bennu termasuk dekat jaraknya dengan Bumi. Dalam penelitian terbaru, jika di masa depan Bennu benar-benar menabrak Bumi, ia akan menyebabkan kerusakan global yang cukup besar meski ukuran Bennu lebih kecil dari asteroid yang memusnahkan dinosaurus.
Astronom mengestimasi Bennu punya 1 banding 2.700 peluang menabrak Bumi pada September tahun 2182, atau 0,037%. Asteroid yang menurut NASA punya kandungan pembentuk kehidupan itu diamaternya sekitar 500 meter. Sebagai perbandingan, asteroid yang memusnahkan dinosaurus diameternya 10 kilometer.
Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Science Advances, asteroid medium sejenis Bennu tabrakan dengan Bumi sekitar 100 ribu sampai 200 ribu tahun sekali. Salah satu dampaknya mungkin musim dingin global yang berlangsung bertahun-tahun. Bisa jadi manusia purba dulu pernah mengalami kondisi serupa saat tabrakan asteroid.
“Nenek moyang kita mungkin mengalami peristiwa itu dengan imbas potensial pada evolusi manusia dan bahkan genetik kita,” cetus Dr Lan Dai, salah satu periset dari Pusan National University, Korea Selatan.
Periset menggelar beberapa skenario berbeda dengan bantuan komputer super. Awalnya, tabrakan akan menciptakan kawah besar dan memicu material menyebar ke udara. Di saat yang sama, juga terjadi gempa Bumi. Kuantitas besar aerosol dan gas bisa melayang ke atmosfer dan mengubah iklim Bumi.
Jika Bennu menghantam lautan, akan memicu tsunami besar dan melontarkan sejumlah besar uap air ke udara. Peristiwa ini dapat menyebabkan penipisan ozon global di atmosfer atas yang dapat berlangsung bertahun-tahun.
“Aerosol yang aktif terhadap iklim, termasuk debu, jelaga, dan sulfur, dapat menyebabkan pendinginan selama beberapa tahun setelah hantaman,” kata Dai yang dikutip detikINET dari CNN.
Skenario paling intens di mana 400 juta ton debu berputar-putar di atmosfer Bumi, akan menyebabkan musim dingin global, berkurangnya sinar Matahari dan penurunan curah hujan.
Partikel debu yang melayang tinggi ke udara akan menyerap dan menyebarkan sinar Matahari, mencegahnya mencapai permukaan Bumi. Kurangnya sinar Matahari memicu suhu global turun dengan cepat hingga 4 derajat Celsius. Saat suhu global anjlok, curah hujan bisa turun hingga 15% karena lebih sedikit penguapan terjadi di tanah.
Musim dingin itu bisa berlangsung lebih dari 4 tahun setelah tabrakan.”Musim dingin mendadak akan membuat kondisi iklim yang tidak menguntungkan bagi tanaman untuk tumbuh, menyebabkan pengurangan awal fotosintesis sebesar 20-30% di ekosistem darat dan laut. Ini kemungkinan menyebabkan gangguan besar dalam ketahanan pangan global,” cetus Dai.
(fyk/rns)