Jumat, Februari 28


Jakarta

Truk over dimension over load (ODOL) masih menjadi ancaman serius di jalan raya. Tak main-main, truk ODOL mengancam nyawa pengguna jalan lainnya. Sudah banyak kecelakaan maut yang dipicu oleh truk ODOL.

Plt Ketua Subkomite Lalu Lintas Angkutan Jalan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan mengatakan, praktik truk ODOL terjadi bukan karena sopirnya pemberani. Menurut Wildan, praktik truk ODOL terjadi karena ketidakpahaman sopir truk.

“Pengemudi melakukan perbuatan over loading ini bukan karena dia seorang pemberani melainkan dia tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang power weight to ratio, risiko apa saja yang akan dihadapi ketika dia melakukan itu,” ujar Wildan dalam keterangan tertulisnya.


KNKT mencontohkan kasus truk trailer di Bekasi yang membawa muatan 50 ton dengan jumlah berat keseluruhan mencapai 70 ton lebih. Dengan beban itu, pengemudi berani membawa dengan kendaraan 260 PS yang hanya memiliki kemampuan mesin dan sistem pengereman yang pada kondisi barunya saja didesain untuk berat total maksimal di 35 ton.

Itulah sebabnya, KNKT menyarankan agar dalam pemberantasan truk ODOL, selain upaya penegakan hukum, Pemerintah juga melakukan edukasi kepada pengemudi. Langkah itu perlu diawali dengan membuat sekolah mengemudi bagi sopir bus dan truk.

“Pengemudi bus dan truk di Indonesia selama ini belajar secara otodidak, dari teman-temannya dan lain-lain. Tidak ada yang belajar secara terstruktur sebagaimana di moda lainnya. Oleh sebab itu KNKT membuat rekomendasi ke Pemerintah agar segera membuat sekolah pengemudi bagi pengemudi bus dan truk,” ujar Wildan.

Hal ini selaras amanah Pasal 77 (ayat 4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal itu menyebutkan, untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor Umum, calon Pengemudi wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan Pengemudi angkutan umum.

“Sekolah Mengemudi wajib diadakan untuk mendapatkan pengemudi yang profesional dan Diklat Pengemudi untuk pengemudi sekarang agar lebih berkualitas. Tentunya harus disertai dengan upah minimal yang mensejahterakan agar dalam mengoperasikan kendaraan dengan nyaman dan aman,” ucapnya.

Wildan membandingkan profesi ‘pengemudi’ di moda transportasi lainnya. Misalnya pilot untuk pesawat, nakhoda untuk kapal laut, dan masinis untuk kereta api, semuanya harus melalui rangkaian pendidikan dan pelatihan sebelum mengoperasikan kendaraannya. Sedangkan pengemudi truk tidak melalui pendidikan dan pelatihan untuk membawa kendaraan besar dan berat.

(rgr/dry)

Membagikan
Exit mobile version