
Jakarta –
Pemerintah akan memberlakukan kelas rawat inap standar (KRIS) untuk peserta BPJS Kesehatan di seluruh rumah sakit se-Indonesia Indonesia paling lambat Juni 2025. Hal ini tertuang dalam peraturan presiden (perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Perpres Jaminan Kesehatan.
Meski begitu, Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah memastikan penerapan KRIS ini tidak serta merta menghapus sistem kelas 1, 2, dan 3 bagi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sebab hingga kini proses evaluasi penerapan sistem KRIS masih terus dievaluasi.
Lebih lanjut ia menyebut dalam perpres tersebut mekanisme pelaksanaan KRIS akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri, dalam hal ini Menteri Kesehatan. Layanan kelas 1, 2, dan 3 BPJS ini tidak akan dihapus sebelum Menteri Kesehatan menerbitkan aturan terkait.
“Jika dilihat narasi Perpres Nomor 59 Tahun 2024, secara eksplisit tidak ada satu kata atau satu kalimat pun yang mengatakan ada penghapusan variasi kelas rawat inap 1, 2, dan 3,” kata Rizzky dalam keterangan resmi, Selasa (14/5/2024).
“Sampai dengan saat ini, belum ada regulasi turunan Perpres Nomor 59 Tahun 2024 tersebut. Kebijakan KRIS ini masih akan dievaluasi penerapannya oleh Menteri Kesehatan dengan melibatkan BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan pihak-pihak terkait lainnya,” tegasnya.
Kemudian Rizzky juga mengatakan penerbitan perpres tersebut tidak membuat besaran iuran BPJS Kesehatan ikut berubah. Artinya besaran tarif iuran masih mengacu pada Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018.
“Nominal iuran JKN sekarang masih sama. Tidak berubah. Hasil evaluasi pelayanan rawat inap rumah sakit yang menerapkan KRIS ini akan menjadi landasan bagi pemerintah untuk menetapkan manfaat, tarif, dan iuran JKN ke depannya,” terangnya.
Dalam hal ini, untuk peserta JKN segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri kelas 1 harus membayar iuran sebesar Rp 150 ribu, kelas 2 Rp 100 ribu dan kelas 3 Rp 42 ribu per orang per bulan. Namun khusus untuk kelas 3 akan mendapat subsidi sebesar Rp 7 ribu per orang per bulan dari pemerintah, sehingga yang dibayarkan peserta Rp 35 ribu.
Di luar itu, Rizzky menjelaskan penerapan sistem KRIS ini sebetulnya upaya untuk meningkatkan standar kualitas pelayanan di fasilitas kesehatan. Artinya, jangan sampai kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta JKN di daerah perkotaan berbeda dengan pelayanan di daerah pedesaan atau daerah yang jauh dari pusat ibu kota.
“Sampai dengan perpres ini diundangkan, pelayanan bagi pasien JKN masih tetap berjalan seperti biasanya. Bersama fasilitas kesehatan, kami tetap mengutamakan kualitas pelayanan kepada peserta. Kami juga memastikan rumah sakit menerapkan Janji Layanan JKN dalam melayani peserta JKN sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku,” pungkasnya.
(fdl/fdl)