Kamis, November 14


Jakarta

BPJS Kesehatan mengalami defisit sekitar Rp 20 triliun. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan yang paling membebani dalam defisit itu adalah utilisasi atau jumlah pelayanan di tempat layanan kesehatan.

Menurut Ghufron saat ini kepercayaan masyarakat terhadap BPJS Kesehatan telah meningkat tajam. Hal tersebut menyebabkan utilisasi layanan BPJS Kesehatan semakin meningkat.

“Yang bikin defisit tentu utilisasi. Utilisasi itu meningkatnya, dulu cuma 252 ribu sehari, sekarang 1,7 juta sehari. Melompatnya berapa? Itu. Kalau utilisasi kita harus bayar,” kata dia ditemui di DPR RI, Rabu (13/11/2024).


Sementara peserta yang menunggak iuran BPJS Kesehatan disebut tidak terlalu membebani. Besarannya disebut kecil dalam beban defisit badan tersebut.

Ghufron mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan memang menjadi salah satu cara mengatasi defisit tersebut. Namun, dia menegaskan opsi itu belum tentu akan diambil.

“(Kenaikan iuran) itu salah satu cara, tetapi cara lain banyak. Contohnya kita mungkin tidak banyak cost sharing, Indonesia nggak ada cost sharing, setiap orang datang ke RS ada bayar sedikit yang tidak memberatkan tetapi mengendalikan,” ungkapnya.

Dia pun menegaskan belum ada rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 2025. “Jadi saya tidak bilang harus naik atau apa. Tetapi di Perpres 59 seperti itu,” ungkapnya.

Ghufron mengatakan terkait iuran, tarif, hingga manfaat BPJS Kesehatan telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dalam aturan itu, per 2 tahun iuran memang dibolehkan naik, namun harus melalui evaluasi pemerintah.

“Tetapi saya itu mengingatkan, semuanya itu oleh bukan BPJS, oleh tanda petik pemerintah dan ada di Perpres 59. Dievaluasi lalu nanti maksimum pada 30 Juni atau 1 Juli 2025 itu iurannya kemudian tarifnya, manfaatnya akan ditetapkan,” tuturnya.

(ada/rrd)

Membagikan
Exit mobile version