Kamis, Juli 4


Jakarta

Angka perkawinan di Indonesia merosot tajam dari semula rata-rata 2 juta pernikahan, menjadi ‘hanya’ 1,5 hingga 1,7 juta dalam setahun. Hal ini juga berdampak pada angka kelahiran atau total fertility rate (TFR) yang secara nasional kini berada di 2,1.

Meski angka tersebut terbilang ideal untuk pertumbuhan populasi penduduk, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo khawatir dalam beberapa tahun ke depan TFR terus menurun. Mengingat, adanya pergeseran tujuan pernikahan yang awalnya didominasi prokreasi atau memiliki keturunan, kini tidak sedikit yang hanya menjadi rekreasi.

“Ada juga yang rekreasi, supaya hubungan suami-istri sah, ada yang ‘security’ yaitu supaya bisa mendapatkan perlindungan,” bebernya dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Selasa (2/7/2024).


Ia menegaskan perubahan persepsi di masyarakat tentang menikah tidak lagi wajib juga ikut berperan dalam penurunan TFR. Karenanya, dr Hasto berharap setiap wanita bisa melahirkan satu anak perempuan.

“Di Jawa Tengah sendiri, angka kelahiran total bernilai 2,04. Secara nasional saya mempunyai tanggung jawab agar penduduk tumbuh seimbang. Saya berharap adik-adik perempuan nanti punya anak rata-rata 1 perempuan. Kalau di desa ada 1.000 perempuan maka harus ada 1.000 bayi perempuan lahir,” sambungnya.

Hasto menilai hal ini diperlukan agar tidak terjadi penyusutan populasi penduduk di Indonesia.

“Kalau ‘minus growth’, lama-lama habis orangnya,” ujar dia.

(naf/suc)

Membagikan
Exit mobile version