Kamis, November 14


Jakarta

Biaya bea balik nama kendaraan bekas menjadi pemicu masyarakat enggan membayar pajak. Pasalnya, biaya bea balik nama itu berkali-kali lipat lebih tinggi dari pajaknya.

Pembeli kendaraan bekas seringkali merasa diberatkan dengan keberadaan bea balik nama. Seperti diketahui, balik nama kendaraan dilakukan untuk memudahkan saat perpanjangan STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) yang membutuhkan KTP asli pemilik kendaraan.

Jika tak balik nama, pemilik kendaraan baru harus meminjam identitas pemilik kendaraan sebelumnya. Tidak masalah sebenarnya, namun yang banyak terjadi pemilik kendaraan lama enggan meminjamkan identitasnya. Di sisi lain, mengurus balik nama membutuhkan biaya yang cukup besar. Hal inilah yang memicu banyak masyarakat yang tak melakukan perpanjangan STNK dengan membayar pajak kendaraannya.


“Kenapa sih orang nggak bayar pajak? Bukan orang Indonesia nggak patuh pajak, maunya enak. Bukan nggak patuh, balik namanya mahal, pak. Mobil balik nama 30 juta, pajaknya 6 juta. Coba balik nama di-nol-in akhirnya bayar pajak semua kan,” terang Direktur Registrasi dan Identifikasi Korlantas Polri Brigjen Pol Yusri Yunus saat berbincang dengan detikOto belum lama ini.

Untuk diketahui, biaya Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) berbeda tergantung jenis dan harganya. Besaran pajak sekitar 1% dari harga beli kendaraan.

Itu artinya, untuk mobil seharga Rp 400 juta, biaya BBNKB akan sekitar Rp 4 juta. Itu belum termasuk biaya-biaya lain yang dibutuhkan untuk administrasi. Seperti pendaftaran, pembuatan STNK baru, biaya TNKB, dan pembuatan BPKB baru.

Untuk itu, bea balik nama kendaraan bekas diusulkan dihapus supaya masyarakat lebih taat bayar pajak. Saat ini, salah satu wilayah yang sudah menghapus BBN 2 adalah Jakarta. Kebijakan itu sudah berlaku sejak 23 Oktober 2024. Namun demikian kata Yusri, tak cukup Jakarta saja yang dibebaskan BBN2. Supaya masyarakat patuh membayar pajak, maka kebijakan sejatinya harus dilakukan serempak di semua daerah.

“Tapi kan kita maunya serempak di Indonesia, Jakarta mau mutasi ke Papua, Papua juga BBN2 udah nol jadi nggak bayar dong kalau balik nama ke sana kita mutasi. Biar serempak se-Indonesia. Tapi kan ini masalah PAD (Pendapatan Asli Daerah) nih, pakai Pergub,” lanjut Yusri.

Bila masyarakat taat membayar pajak kendaraannya kata Yusri, maka kebijakan penghapusan data kendaraan tak perlu dilakukan. Seperti diketahui, dalam Undang-undang no.22 tahun 2009 pasal 74 ayat 2 dijelaskan data kendaraan bisa dihapus bila pajaknya tak dibayarkan dua tahun berturut-turut setelah STNK mati (total 7 tahun). Data kendaraan yang sudah dihapus itu tak bisa didaftarkan lagi. Dengan demikian, kendaraan tidak sah digunakan di jalan.

“Kalau bayar pajak semua pasal 74 nggak berlaku, nggak ada yang dihapus dong, jadi nyambung semua nih,” pungkas Yusri.

(dry/din)

Membagikan
Exit mobile version