Selasa, Januari 7


Jakarta

Ketetapan opsen pajak kendaraan dan bea balik nama disebut bikin gerah. Kenapa sih harus ada opsen pajak?

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut penerapan opsen pajak kendaraan yang berlaku mulai 5 Januari 2025 memberikan dampak signifikan ke industri otomotif dalam negeri. Agus bahkan menyebut hal itu membuat sektor otomotif ‘gerah’. Opsen pajak kendaraan dinilai lebih memberatkan ketimbang PPN 12% yang menyasar hampir seluruh model mobil yang dijual di Tanah Air.

Tak cuma itu, Agus juga mengatakan kebijakan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) membuat masyarakat jadi enggan membeli kendaraan. Pada akhirnya daerah yang akan dirugikan.


“Saya melihatnya pimpinan daerah akan mencari atau menerbitkan regulasi untuk relaksasi. Karena nggak akan bisa orang-orang lokalnya beli mobil dan itu juga nggak bakal masuk ke mereka dan nggak akan berputar,” tutur Agus dikutip detikFinance.

Sebagai informasi, ketentuan opsen PKB dan BBNKB diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Diketahui, UU tersebut disahkan Presiden ke-7 Joko Widodo pada 5 Januari 2022 dan berlaku tiga tahun setelahnya, yakni 5 Januari 2025.

Tujuan Opsen Pajak

Dalam Modul PDRD: Opsen Pajak Daerah, dijelaskan salah satu permasalahan mekanisme bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota adalah adanya keterlambatan diterimanya bagian kabupaten/kota dari pajak provinsi. Hal ini karena pemerintah provinsi umumnya menyalurkan bagi hasil pajak provinsi secara periodik dan bergantung pada kebijakan masing-masing daerah. Penerapan opsen PKB dan BBNKB ini memiliki empat tujuan dengan rincian sebagai berikut.

a. Mempercepat penerimaan bagian kabupaten/kota atas bagian PKB dan BBNKB yang selama ini dibagi-hasilkan secara periodik oleh provinsi
b. Memperkuat sumber penerimaan kabupaten/kota
c. Memperbaiki postur APBD kabupaten/kota dan penurunan belanja mandatory bagi provinsi
d. Meningkatkan sinergi pemungutan dan pengawasan antara provinsi dan kabupaten/kota.

Sementara itu, tarif opsen ditetapkan sebesar 66 persen dari PKB dan BBNKB terutang. Namun perlu digarisbawahi, tarif pajak induk sudah diturunkan. PKB ditetapkan maksimal 1,2 persen untuk kendaraan pertama dan maksimal 6 persen untuk pajak progresif. Sementara tarif BBNKB ditetapkan paling tinggi sebesar 12 persen.

Sebagai perbandingan, di Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 sebelumnya, tarif PKB ditetapkan minimal 1 persen dan maksimal 2 persen untuk kepemilikan pertama.

(dry/rgr)

Membagikan
Exit mobile version