Senin, Maret 10

Jakarta

Kebanyakan anak pasti pernah memiliki keinginan untuk mendapatkan sesuatu dalam jumlah yang lebih banyak. Baik itu dalam hal makanan atau mainan yang diinginkan.

Melihat ini, orang tua tidak harus selalu menurutinya. Meski harus memberikan yang terbaik, tidak ada salahnya untuk mengajarkan kepada anak makna dari kata ‘cukup’ agar tidak menjadi pribadi yang tamak.

Dalam hal ini bukan hanya soal menahan diri dari keinginan. Tapi, orang tua juga mengajarkan bagaimana rasa syukur, rasa bahagia dari dalam diri, dan kepedulian pada orang lain.


Apa Itu ‘Cukup’?

Cukup bukan berarti orang tua melarang anaknya untuk memiliki keinginan atau mimpi yang besar pada sesuatu. Namun, kata ini berfokus pada menghargai apa yang dimiliki dan mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari hal yang lebih besar.

Dikutip dari laman Play, Fight, Repeat, di masa anak-anak ini mungkin lebih sulit memahami apa yang sudah dimilikinya cukup, baik itu mainan, makanan, atau pengalaman. Tapi, itu bukanlah kesalahan mereka seluruhnya.

Anak-anak cenderung memiliki dorongan alami untuk mempunyai sesuatu yang lebih banyak. Ini bisa dilihat dari permintaan mereka untuk membeli mainan atau makanan yang lebih banyak, serta waktu main yang lebih lama.

Munculnya ‘keserakahan’ pada anak juga diperparah dengan budaya konsumerisme, yakni dorongan anak-anak untuk menginginkan lebih banyak barang.

Dikutip dari laman Empowering Parents, anak-anak kerap tidak menyadari batasan saat dihadapkan dengan banyak pilihan. Memahami apa yang dimiliki sudah cukup adalah hal yang perlu diajarkan sejak dini.

Dengan memahami kata ‘cukup’, anak akan cenderung merasa lebih bersyukur dengan apa yang sudah dimiliki. Orang tua juga perlu mengajarkan untuk menerima kekalahan setelah mereka berusaha untuk mencapai sesuatu.

Cara Mengajarkan Anak Makna ‘Cukup’

Dikutip dari laman Synergies, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengajarkan makna ‘cukup’ pada anak. Berikut penjelasannya.

1. Jadi teladan untuk anak

Di masa anak-anak, mereka bisa menjadi peniru yang baik. Maka dari itu, orang tua harus menjadi contoh yang baik dalam mengartikan rasa cukup.

Para orang tua bisa menunjukkan sikap puas pada apa yang sudah dimiliki. Selain itu, bisa juga menunjukkan sikap puas dengan mengapresiasi apa yang dilakukan anak, baik usaha maupun pencapaian.

2. Mengajarkan tentang kepuasan diri

Di Jepang, ada filosofi ‘Hara Hachi Bu’ yang berarti makan sampai 80 persen kenyang. Di banyak literatur, filosofi ini dianggap sebagai salah satu rahasia hidup panjang orang-orang di Jepang.

Namun, konsep ini juga mengajarkan pada kita dan anak-anak untuk mendengarkan sinyal tubuh. Orang tua dapat mengajarkan anak untuk mendengarkan sinyal kenyang dari tubuhnya, sehingga mereka bisa memahami rasa cukup.

3. Berlatih sikap sportif

Orang tua bisa mengajarkan anak untuk bersikap sportif, misalnya memberikan selamat kepada yang menang meski merasa kesal atau kecewa. Berikan pujian yang tulus kepada pemain lain untuk memberi tahu mereka sesuatu yang mereka lakukan yang benar-benar positif atau menunjukkan keterampilan atau peningkatan.

Memikirkan perasaan orang lain sering kali dapat membantu anak-anak mengelola perasaan mereka sendiri.

4. Ajarkan untuk mengakui kekecewaan karena kalah

Dalam hal ini, orang tua dapat mengajarkan pada anak-anak bahwa tidak apa-apa merasa kecewa setelah kalah. Merasa kecewa adalah hal yang wajar, tetapi ada berbagai cara untuk mengekspresikan kekecewaan itu.

Misalnya seperti ada anak yang mungkin siap kembali main, ada yang perlu menjauh, beristirahat, hingga meminta pelukan. Beritahu anak banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjukkan rasa kekecewaan, selain meremehkan atau berbicara kasar pada orang lain.

(sao/naf)

Membagikan
Exit mobile version