Jakarta –
Dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat terhadap sejumlah mata uang dunia. Meski begitu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut kinerja rupiah masih lebih baik dibandingkan mata uang negara lainnya.
Pernyataan ini disampaikan Perry di tengah kondisi rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS. Dikutip dari Bloomberg, mata uang Paman Sam makin perkasa dan sempat berada di level Rp 16.008
“Memang seluruh negara mengalami depresiasi, tapi depresiasi rupiah termasuk yang kecil,” katanya dalam seminar nasional KAFEGAMA di Menara BTN, Jakarta Pusat, Sabtu kemarin.
Menurutnya, tren positif dolar AS terjadi setelah kemenangan Donald Trump di Pilpres AS. Perry menjelaskan, AS mengeluarkan surat utang negara yang cukup besar dan meningkatkan defisit fiskalnya menjadi 7,7%.
Hal itu menyebabkan banyak investor memindahkan portofolionya ke pasar Amerika Serikat. Kondisi ini, sebut Perry, dikenal dengan istilah capital reversal.
“Amerika utang pemerintah sangat tinggi, karena itu seluruh dunia makanya transfer portofolio investasinya Ke Amerika, ini bahasa Inggrisnya capital reversal, itu sedang terjadi,” ujarnya.
Dengan utang yang tinggi dan suku bunga tinggi hal ini berdampak pada penguatan dolar AS. Indeks dolar juga mengalami penguatan dari sebelumnya 101 menjadi 107 setelah Trump menang.
“Karena utangnya sangat besar dan juga suku bunga yang sangat tinggi, makanya dolarnya sekarang sedang super kuat. Dolar yang sebelum Trump terpilih itu adalah mata uang dolar dibandingkan negara-negara maju 101 sekarang 107,” imbuhnya.
“Jadi menguat hanya lebih 1,5 bulan sekitar hampir 7-6%. Semua negara itu kena, itulah angin yang sedang kita hadapi di era baru ini dan akan berlangsung dalam 5 tahun kepemimpinan Trump dan kita tidak tahu apa yang akan terjadi,” tutupnya
(ily/fdl)