Jakarta –
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman berencana memanggil para petani singkong di Lampung besok, Jumat (31/1). Hal ini dilakukan untuk membahas terkait masalah penurunan produksi hingga harga singkong di tingkat petani yang saat ini berada di kisaran Rp 1.000an per kilogram (kg).
“Besok aku panggil, mutlak harus dibantu. Petani singkong jangan dizalimi. Petani dizalimi itu sama dengan menzalimi negara,” tegas Amran di Hotel The Westin Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Saat dimintai keterangan lebih lanjut terkait klaim petani yang mengalami penurunan produksi singkong dan hal lainnya, ia hanya menegaskan akan menyelesaikan seluruh masalah itu besok usai bertemu dengan pihak terkait.
“Sudah, besok aku panggil. Tunggu, datang saja besok. Aku beresin,” katanya.
“Ingat susu? Sudah beres kan? Bayangkan yang mandi susu, masih ingat? Mandi susu, kenapa? Tidak ada kewajiban perusahaan menyerap susu sapi mereka. Kami harus wajib. Singkong, tunggu saja besok. Biar ada beritanya lagi untuk besok,” ucap Amran.
Sebagai informasi, sebelumnya Amran juga sempat menyampaikan niatnya untuk memanggil para petani singkong Lampung imbas laporan anjloknya harga komoditas itu yang di level petani menjadi Rp 1.000 per kg. Kondisi itu disinyalir karena banyaknya impor singkong yang dilakukan oleh pengusaha tepung.
“Ini kami dengar di Lampung terkait harga singkong, kami akan undang, kami akan undang industri, undang petaninya. Kami minta kepada importir, tegas, jangan zalimi petani,” kata Amran dalam keterangannya, Jumat (24/1/2025).
Di luar itu sebelumnya Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) mengatakan hasil produksi singkong lokal terus mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir. Kondisi ini khususnya dialami oleh para petani singkong dari Provinsi Lampung selaku produsen utama singkong dalam negeri.
Ketua Umum DPN MSI Arifin Lambaga menjelaskan 2022 lalu saja, Lampung berhasil memanen 6,7 juta ton umbi singkong segar atau sekitar 40% dari total produksi singkong nasional.
Sekitar 90% dari hasil produksi singkong di Lampung selama ini banyak diserap industri tapioka dan menghasilkan devisa sekitar Rp 10 triliun. Namun saat ini produksi singkong lokal di Lampung mengalami penurunan dan tak bisa diserap industri.
Di sisi lain, rendemen atau kandungan pati dalam singkong juga seringkali sangat rendah, hal ini terjadi karena panen dilakukan terlalu cepat karena berbagai hal. Nah hal tersebut menjadikan hasil panen singkong petani tidak terserap seluruhnya oleh industri atau jika terserap dibeli dengan harga yang relatif murah.
“Di lain pihak, industri memerlukan bahan baku singkong yang kompetitif, rendemen tinggi dan bersih atau tidak banyak kotoran yang umumnya tidak mampu dipenuhi oleh petani kecil,” papar Arifin dalam keterangannya kepada detikcom, Selasa (28/1/2025).
(fdl/fdl)