Minggu, Oktober 27
Jakarta

Gereja Sion, gereja yang dibangun oleh Belanda dengan arsitektur bernuansa Portugis dan Yunani itu berada di sudut Jalan Pangeran Jayakarta di Jakarta. Sebagai situs sejarah yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya, siapapun boleh mengunjunginya, tak hanya mereka yang beragama Protestan saja.

Beberapa waktu lalu saya mengunjungi Gereja Sion dan berpapasan dengan rombongan turis warga negara asing. Sepertinya mereka keturunan Portugis atau Belanda yang tengah melacak jejak nenek moyangnya.

Gereja Sion dikenal pula dengan nama Portugeesche Buitenkerk atau Gereja Portugis. Gereja ini dibangun pada tahun 1693 untuk para mantan budak asal Portugis yang disebut kaum Mardjikers. Mereka adalah generasi campuran dari Bangsa Portugis yang menikah dengan perempuan setempat, sehingga disebut Portugis Hitam.


Gereja Sion mulai digunakan sebagai tempat beribadah sejak diresmikan pada tahun 1695, hingga hari ini. Lonceng di halaman, bangku-bangku dari kayu hitam, mimbar unik bergaya Barok, pegangan tangga berukir, hingga lantai batu di gereja nyaris masih sama seperti ketika dibangun 400 tahun yang lalu.

Pondasi bangunan yang terbuat dari 10.000 kayu dolken di bawah lantai batunya berfungsi untuk menahan supaya bangunan tidak mudah retak alias tahan gempa.

Selain bangunannya yang sarat sejarah, Gereja Sion juga memiliki kekayaan tak ternilai yang masih terpelihara hingga sekarang, yaitu orgel bertenaga angin buatan tahun 1860. Orgel Sion saat ini telah menjadi salah satu organ dan alat musik tertua yang masih beroperasi di Indonesia, serta menjadi satu-satunya organ gaya barok di Indonesia yang masih aktif.

Ketika saya berada di sana, seorang teman sempat memainkan alat musik ini. Suara pipa yang memenuhi ruangan memang terdengar khas dan sangat syahdu. Indah sekali di telinga.

Membagikan
Exit mobile version