Senin, Juni 24


Jakarta

Sejak beberapa tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendorong petani menerapkan sistem pertanian terintegrasi dengan budidaya secara organik. Lahan-lahan pertanian di desa-desa Banyuwangi, seperti Sumberwaru, Segobang, Parijatah, dan desa-desa lainnya telah beralih ke budidaya beras organik.

Beras organik yang diproduksi adalah Beras Merah varietas A3 Segobang, Beras Hitam Melik Parijatah, Beras Coklat, dan Beras Putih Berlian. Varietas-varietas itu telah didaftarkan sebagai padi asli Banyuwangi oleh Dinas Pertanian dan Pangan Banyuwangi di Kementerian Pertanian RI (Kementan), dan telah mendapatkan sertifikat organik dari lembaga terkait.

Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani mengungkapkan kualitas beras organik dari Banyuwangi pun kian diminati pasar nasional. Permintaan yang cukup tinggi, membuat beras organik Banyuwangi kini tersedia di 18.000 supermarket se-Indonesia.


Saat mengunjungi lahan pertanian organik di Desa Sumberbaru, Kecamatan Singojuruh, ia mengapresiasi para petani yang telah berhasil memproduksi beras organik dengan kualitas yang baik.

“Telah terbukti yang organik kini sangat diminati. Secara ekonomi juga lebih menjanjikan,” kata Ipuk saat program Bupati Ngantor di Desa (Bunga Desa) dikutip dalam keterangan tertulis, Jumat (14/6/2024).

“Karena itu kami terus mendorong para petani menerapkan sistem pertanian terintegrasi,” sambungnya.

Salah satu pengusaha beras organik Banyuwangi, Ahmed Tessario mengatakan awalnya menggandeng 16 petani untuk menggarap lahan seluas 1,6 hektare. Seiring dengan perkembangan dan permintaan pasar organik yang tinggi, petani yang menjadi mitranya saat ini menjadi 1.500 orang.

Luas tanam juga terus bertambah. Dari yang awalnya 1,6 hektare kini menjadi 500 hektare. Dari luas lahan 500 hektare itu, Ahmed mengaku mampu memproduksi beras organik sebanyak 70-100 ton per bulan.

Selain dipasarkan melalui distributor ke pasar-pasar modern, Ahmed juga menjual beras organiknya melalui marketplace dan reseller.

“Alhamdulillah permintaan selalu ada. Setiap tiga hari sekali, kami kirim 8-10 ton kepada distributor,” kata Ahmed.

“Itu belum termasuk permintaan dari reseller dan konsumen dari marketplace,” sambungnya.

Menurut Ahmed, permintaan hampir di seluruh provinsi, seperti Jawa Timur, Bali, Sumatera, Kalimantan, hingga Papua.

Ahmed menceritakan dirinya mulai mengembangkan padi organik mengikuti jejak sang paman, Samanhudi, yang lebih dulu terjun ke pertanian organik.

“Awalnya saya diajak untuk membantu paman. Lama-lama saya tertarik dan akhirnya ikut terjun ke pertanian organik,” ujar Direktur Utama PT Sirtanio Organik Indonesia itu.

“Saya ingin membantu petani untuk mendapatkan harga gabah yang bagus,” lanjutnya.

Upayanya bertahun-tahun mengkonversi lahan pertanian non-organik menjadi organik membuahkan hasil. Pada tahun 2019, beras organik produksi PT Sirtanio Organik Indonesia mulai diekspor ke Italia dan Afrika Selatan.

Hanya saja, ekspor beras organiknya terpaksa dihentikan karena pandemi COVID-19. Negara tujuan ekspor mengalami krisis ekonomi. Regulasi juga semakin ketat.

“Sejak saat itu, kami putuskan untuk fokus pada pasar domestik. Alhamdulillah saat pandemi penjualan domestik justru meningkat karena kesadaran masyarakat untuk menjaga imunitas tubuh semakin tinggi,” ungkap Ahmed.

Untuk diketahui, harga beras merah organik per kilogramnya dibanderol Rp 31.000, beras putih Rp 27.000, beras coklat Rp 26.500, beras hitam pekat Rp 35.000, dan beras hitam Melik Rp 45.000.

(prf/ega)

Membagikan
Exit mobile version