Kamis, Januari 9


Jakarta

Sejumlah pelancong mengaku cemas jika terbang dengan pesawat Boeing. Sehingga mereka dikabarkan mengganti penerbangannya ke pesawat jenis lain.

Ketakutan para pelancong dirangkum NBC News, Sabtu (23/3/2024). Setidaknya ada tiga pelancong yang mengaku mengubah penerbangannya untuk menghindari pesawat Boeing.

Misalnya Stephanie Walls, seorang manajer proyek TI yang tinggal di Houston. Ia mengaku sebagai seorang pelancong yang cemas dan baru-baru ini mengubah penerbangannya menjadi Airbus untuk menuju Philadelphia.


Selain itu, ia mengaku memiliki rutinitas tersendiri untuk meredakan ketegangan di pesawat, yakni dengan berdoa, memilih kursi di dekat jendela, hingga memantau pelacak penerbangan. Ia belum yakin kalau Boeing melakukan tindakan yang cukup untuk meningkatkan keselamatan pesawat rakitannya.

“Kami benar-benar perlu melihat perubahan itu dilakukan dengan segera,” kata Walls.

Pelancong lain, Adrian Rojas, seorang konsultan komunikasi serikat pekerja di Chicago, mesti melakukan terapi hingga meminum obat anti kecemasan dalam penerbangan. Ia tidak menghindari semua pesawat Boeing, melainkan khusus untuk seri Max Boeing. Akhirnya ia mengganti penerbangan pulang pergi dari Austin, Texas, di bulan depan dengan menaiki Airbus.

“Saya hanya tahu bahwa ini adalah sesuatu yang akan sangat saya pikirkan saat berada di dalam pesawat, jadi saya hanya mencoba untuk membatasi hal itu demi kesehatan mental saya,” katanya.

Bahkan, ini juga turut dilakukan oleh pelancong yang mengaku kerap kali bepergian dengan pesawat. Adalah Leonyce Moses, seorang konsultan yang mengaku terbang satu hingga dua kali sebulan di tahun lalu. Dia juga mengubah perjalanan ke Phoenix dengan pesawat Airbus dan harus membayar ekstra sekitar 70 USD atau sekitar Rp 1,1 juta.

“Saya tidak mau mengambil risiko itu,” kata Moses.

Ketakutan ekstrem yang didiagnosis secara klinis terhadap penerbangan, dikenal sebagai aerophobia atau aviophobia. Phobia ini disebut jarang terjadi. Beberapa perkiraan menyebutkan hanya 2,5 persen dari populasi. Tetapi sebanyak 40 persen orang mengatakan bahwa mereka memiliki kecemasan tentang terbang.

Menurut asisten profesor psikiatri di UMass Chan Medical School, Elizabeth Austin, penyakit ini dapat diobati. Ia merekomendasikan adanya terapi perilaku kognitif dan terapi paparan. Itu dapat dilakukan dengan menggunakan realitas virtual atau simulasi naik pesawat.
Dia mengatakan bahwa dia mendukung orang yang memiliki fobia terbang untuk mengganti tiket mereka dengan pesawat yang berbeda. Tetapi mereka juga perlu realistis memperhatikan bahaya juga selalu mengintai di pesawat mana pun.

Di sisi lain, mesin pencari perjalanan, Kayak, menawarkan opsi untuk memasukkan atau mengecualikan model pesawat tertentu dalam penerbangan. Mereka mengatakan terdapat lonjakan jumlah orang yang mencari informasi terkait jenis pesawat sejak ledakan di pintu pesawat Alaska Airlines.

“Meskipun jumlah pengguna yang memfilter 737 masih kecil, penggunaan meningkat setelah insiden Alaska Airlines pada bulan Januari,” kata CEO Kayak, Steve Hafner, dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan bahwa penggunaan filter tersebut 15 kali lebih tinggi di bulan Januari dibandingkan bulan Desember, namun sejak saat itu turun menjadi 10 kali lebih tinggi.

Simak Video “Regulator AS Turun Tangan Buntut Jendela Alaska Airlines Lepas di Udara
[Gambas:Video 20detik]
(wkn/wkn)

Membagikan
Exit mobile version