Kamis, Maret 6


Jakarta

Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, kembali diterjang banjir bandang akibat curah hujan yang tinggi. Kejadian itu dinilai sebagai dampak serius pembangunan yang tidak terkendali di daerah tersebut.

Prof Dwita Sutjiningsih, pakar hidrologi sekaligus guru besar Universitas Indonesia (UI), menjelaskan berbagai faktor yang menyebabkan banjir bandang di Puncak semakin parah dari tahun ke tahun.

Dwita mengatakan kondisi Puncak yang kini semakin padat dengan pembangunan adalah salah satu penyebab utama terjadinya banjir bandang. Dengan semakin banyaknya bangunan, kawasan Puncak yang sebelumnya menjadi tempat serapan air telah berubah fungsi menjadi daerah kedap air.


“Kondisi Puncak sekarang sangat crowded dengan bangunan-bangunan, sehingga hujan yang semakin sering dan intensitas yang tinggi akan menghasilkan lintasan yang semakin besar dengan aliran banjir yang juga akan lebih besar,” kata Dwita dalam perbincangan melalui telepon dengan detikTravel, Selasa (4/3/2025).

“Puncak itu kan pegunungan dengan kemiringan terjal, kemudian turun sampai di Bogor. Nah, ini yang menyebabkan banjir bandang dengan kecepatan yang lebih tinggi karena kemiringan lahannya yang besar,” dia menambahkan.


Salah satu masalah besar di kawasan Puncak adalah perubahan tutupan lahan yang tidak terkendali. Dulu, banyak kebun dan tanaman yang bisa menyerap air hujan, namun kini banyak lahan yang beralih fungsi menjadi jalan dan permukiman.

“Jika masih banyak lahan kebun dan tanaman, curah hujan 100 mm mungkin hanya akan menghasilkan separuhnya sebagai aliran di sungai. Tapi kalau sudah menjadi jalan dan bangunan yang kedap air, hujan 100 mm akan langsung menjadi aliran besar ke sungai,” kata Dwita.

Mengatasi masalah banjir bandang tidak cukup hanya dengan mengandalkan sumur resapan air. Dwita mengatakan untuk menghadapi hujan lebat seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, diperlukan infrastruktur yang memadai untuk mengalirkan air dengan cepat.

“Sumur resapan itu hanya efektif untuk hujan dengan intensitas rendah, bukan untuk hujan lebat seperti yang terjadi baru-baru ini. Hujan lebat tetap memerlukan infrastruktur yang dapat menampung dan mengalirkan air dengan cepat. Penampang sungai yang lebih besar dan fasilitas yang memadai sangat diperlukan,” kata Dwita.

Bantaran Sungai Makin Sempit

Dwita juga menyoroti pergeseran fungsi bantaran sungai yang semakin sempit akibat pembangunan. Daerah yang seharusnya menjadi tempat aliran air kini dimanfaatkan untuk permukiman dan pembangunan lainnya. Ketika debit air besar, sungai yang semakin sempit tidak mampu menampungnya, sehingga air meluap dan menyebabkan banjir.

“Penampang sungai yang semakin kecil akibat sedimentasi dan pembangunan di bantaran sungai membuat aliran air tidak bisa terkontrol saat hujan ekstrem. Inilah yang menyebabkan banjir terjadi di banyak tempat,” dia menambahkan.

Penerapan Aturan Lingkungan yang Tegas dan Infrastruktur yang Memadai

Selain solusi infrastruktur, Dwita juga menekankan pentingnya penerapan aturan lingkungan yang lebih tegas. Dwita bilang meskipun sudah ada aturan yang jelas, penerapannya masih sangat lemah.

“Sebetulnya, aturannya sudah ada, seperti Amdal (analisis dampak lingkungan), namun penerapannya tidak dilaksanakan sepenuhnya. Di negara maju, ada polisi khusus lingkungan yang memastikan aturan lingkungan ditegakkan. Di Indonesia, kemampuan untuk menegakkan aturan masih sangat terbatas,” kata dia.

Dwita mengatakan selain penerapan aturan yang ketat, pemerintah harus menyiapkan infrastruktur yang memadai untuk mengalirkan ai untuk mengatasi permasalahan banjir bandang di Puncak.

“Ini semua tergantung pada curah hujan dan karakteristik lahan. Dua faktor ini yang sangat penting untuk mengurangi risiko banjir bandang,” kata dia.

Sebagai penutup, Dwita berharap agar pembangunan di Puncak dan daerah lainnya memperhatikan kelestarian lingkungan dan infrastruktur yang mampu mengatasi dampak cuaca ekstrem. Dengan demikian, kawasan wisata yang populer ini dapat tetap berkembang tanpa mengorbankan keselamatan dan kelestarian alam.

(sym/fem)

Membagikan
Exit mobile version