Jakarta –
Presiden Prabowo Subianto berencana membangun bandara di Bali utara untuk mengurangi penumpukan di wisatawan di Bali selatan sekaligus ingin menjadikan Pulau Dewata menjadi new Hong Hong dan new Singapore. Cukup jitukah rencana itu?
Prabowo menyatakan rencana pembangunan bandara di Buleleng itu pada saat kunjungan ke Bali akhir pekan lalu, Minggu (3/11/2024).
“Saya sudah menyampaikan bahwa saya berkomitmen saya ingin membangun North Bali International Airport,” ujar Prabowo dalam pidatonya di Restoran Bendega, Denpasar.
Prabowo mengatakan rencana itu bisa mendukung pariwisata Bali utara, sehingga bisa menjadikan Bali sebagai The New Singapore atau The New Hongkong.
Saat ini, Bali memiliki satu bandara, yakni Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai yang berada di Kuta, Badung. Kawasan Badung merupakan pusat bisnis dan pariwisata, termasuk hotel, kafe, hingga restoran, sampai beach club.
Untuk sampai ke kawasan Bali utara dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, wisatawan mesti menempuh perjalanan darat selama lima sampai enam jam. Bali tidak memiliki transportasi umum yang memadai. Untuk berkeliling Pulau Dewata, warga lokal dan wisatawan mau tidak mau harus mengandalkan charter mobil atau motor.
Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, yang juga anggota Dewan Kepariwisataan Berkelanjutan Indonesia, Mahawan Karuniasa, menyatakan Bali memang membutuhkan infrastruktur dan konektivitas yang terbangun dengan baik seperti Singapura dan Hong Kong. Itu demi menunjang mobilitas ekonomi dan sosial. Tetapi, dia menilai penggunaan istilah neh Singapore dan ne Hong Kong tidaklah tepat.
“Bali menjadi new Hong Kong dan new Singapore itu sebaiknya kita tinggalkan. Saya kira cukup dan kita mengatakan Bali akan membangun infrastruktur destinasi wisata, infrastruktur yang modern, atau istilah lainnya,” kata Mahawan dalam perbincangan dengan detikTravel, Rabu (6/11/2024).
“Membangun infrastruktur Bali, yang merupakan destinasi pariwisata, itu berkaitan dengan daya dukung dan ekologis, sosiologis, dan budaya masyarakat di sana. Pembangunan di sana tidak bisa meniru Hong Kong dan Singapura. Dari luas saja sudah berbeda, luas Bali delapan kali Singapura,” kata Mahawan.
“Setiap lokasi di Bali sebenarnya sudah terkoneksi aksesibilitas darat, ada jalan keliling, ada pula yang memotong. jadi, diperlukan kehati-hatian dalam mengembangkan infrastruktur, jangan sampai justru pembangunan tidak memudahkan aksesibilitas pariwisata dan mengurangi mobilisasi ke destinasi wisata,” ujar Mahawan.
Mahawan mengatakan ‘memotong akses’ ke tempat wisata itu justru berpotensi terjadi jika pemerintah membangun bandara di Bali utara. Jika ada dua bandara, di Kuta dan Buleleng, tempat wisata yang berada di antara kedua wilayah itu berpotensi sepi pengunjung.
Selain itu, pembangunan bandara Bali utara dinilai bukan solusi jitu untuk mengurangi penumpukan wisatawan di Kuta, Seminyak, Jimbaran, Canggu, Nusa Dua, dan Sanur yang saat ini menjadi jujugan utama wisatawan.
“Apakah kalau bandara di Bali utara dibangun akan mengurangi penumpukan wisatawan di Bali selatan? Saya kira tidak karena saya yakin kalau bandara di utara dibangun maka kepadatan wisatawan akan terjadi juga utara. Yang terjadi adalah ada penumpukan wisatawan di Bali utara dan selatan,” ujar Mahawan.
“Adanya bandara di utara itu tidak akan mengurangi kepadatan di selatan. Saat ini Bali selatan macet, jika ada bandara di utara, bisa jadi di Bali utara juga akan macet. Dampak lainnya setelah ada bandara di Bali utara, wisatawan tidak akan melintasi daerah wisata yang ada di antara Bali utara dan selatan, destinasi itu bisa hilang nanti,” dia menambahkan.
Mahawan juga mengkhawatirkan dampak lain jika bandara di Bali utara tetap dibangun, yakni Bali secara keseluruhan akan semakin padat. Wisata alam, mulai dari hutan, sawah akan lebih mudah berubah menjadi bangunan beton, berupa resort atau pun tempat perbelanjaan, restoran, dan kafe.
Belum lagi imbas lain yang diakibatkan jika perencanaan tata ruang tidak memadai. Dia berkaca kepada pembangunan dan perkembangan di sekitar Bandara I Gusti Ngurah Rai. Mahawan menyatakan Bali harus mempertahankan pembeda yang dimiliki dari destinasi wisata lain di dunia.
“Masalah daya dukung. Dengan pembangunan Bandara I Gusti Ngurah Rai lahan yang terbangun saat ini luar biasa, sampai ke daerah Ubud. Wilayah terbangun semakin luas. Nah, Buleleng sudah merupakan perkotaan, jika nanti ditambah ada pembangunan bandara maka perkembangan lahan terbangun di sana akan semakin banyak,” ujar dia.
“Tata ruang di Bali harus berbeda, harus memastikan destinasi dengan daya tarik alam yang selama ini menjadi unggulan, jangan dihilangkan. Jangan sampai sawah, hutan, sungai menjadi resort, padahal daya tariknya Bali adalah wisata alam,” dia menegaskan.
(fem/fem)